Jumat, 03 Juli 2015

makalah peengelolaan kelas



BABI
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kegiatan guru didalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas. Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan untuk siswa mencapai tujuan-tujuan seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menilai kemajuan siswa adalah contoh-contoh kegiatan mengajar.
Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan. Dalam kenyataan sehari-hari kedua jenis kegiatan itu menyatu dalam kegiatan atau tingkah laku guru sehingga sukar dibedakan. Namun demikian, pembedaan seperti itu amat perlu, terutama apabila kita ingin menanggulangi secara tepat permasalahan yang berkaitan dengan kelas.
B.     Rumusan Masalah
1.      Beberapa masalah dalam pengelolaan kelas?
2.      Penataan kelas dan pengaturan siswa?
3.      Pengelolaan kelas yang efektif?












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Beberapa Masalah Pengelolaan Kelas
Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator kegagalan itu adalah prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuia dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar-mengajar.[1]
Keanekaragaman masalah perilaku siswa yang menimbulkan beberapa masalah pengelolaan kelas menurut Made Pidarta adalah : [2]
1.      Kurang kesatuan dengan adanya kelompok-kelompok dan pertentangan jenis kelamin.
2.      Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok.
3.      Reaksi negative terhadap anggota kelompok.
4.      Reaksi mentoleransi kekeliruan-kekeliruan.
5.      Mudah mereaksi perilaku negative / terganggu.
6.      Moral rendah, permusuhan, dan agresif.
7.      Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah.

1.      Jenis masalah dalam Pengelolaan Kelas
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat individu dan yang bersifat kelompok.
a.       Masalah yang bersifat Individual.
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga, maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Diantaranya sebagai berikut: [3]
1)      Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.
2)      Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
3)      Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
4)      Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
b.      Masalah bersifat kelompok.
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:[4]
  1. Kekurang-kompakan
Kekurang-kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
  1. Kekurang mampuan mengikuti peraturan kelompok
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
  1. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
  1. Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
  1. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
  1. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.
  1. Ketidak mampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi. Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
2.      Cara menghadapi masalah pengelolaan
Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh guru, antara lain:[5]
a.       pendekatan pengubahan tingkah laku, pada pendekatan ini menerapkan larangan dan anjuran seorang guru kepada peserta didiknya;
b.      pendekatan iklim sosio-emosional, pendekatan ini memandang bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang baik antara guru dan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik itu sendiri. Melalui pendekatan ini peserta didik dan guru diharapkan dapat memiliki sikap keterbukaan, kepercayaan dan rasa simpati. Dengan demikian maka akan dapat menumbuhkan kenyaman dan ketentraman bagi peserta didik dalam menerima pelajaran. Hal penting yang harus diingat di sini adalah seorang guru harus tetap tegas dan membatasi kedekatannya dengan peserta didik. Jangan sampai peserta didik memanfaatkan kedekatannya untuk memperoleh nilai;
c.       pendekatan proses kelompok, dalam pemilihan pendekatan ini harus didasarkan atas pertimbangan bahwa perilaku yang menyimpang pada dasarnya bukan hal yang menimpa individu, tetapi mencangkup kelompok. Salah satu hal yang harus diperhatikan guru dalam pendekatan ini adalah meningkatkan daya tarik dan ikatan bagi anggota-anggotanya;
d.      pendekatan elektis, Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas, seorang guru dapat menggunakan lebih dari satu pendekatan.
B.     Penataan Ruang Kelas dan Pengaturan Siswa
Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkungan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell yaitu:[6]
1.      Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
2.      Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3.      Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4.      Kenyamanan
Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5.      Keindahan
Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Meneciptakan suasana belajar yang menggairahkan  perlu memeperhatikan peraturan/penataan ruang kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan  belajar hendaknya memungkinkan  anak didik duduk berkelompok  dan memudahkan anak didik bergerak secara leluasa. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal yang diperhatikan adalah : [7]
1.      Ukuran dan bentuk kelas
2.      Bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik
3.      Jumlah anak didik dalam kelas
4.      Jumlah anak didik dalam setiap kelompok
5.      Jumlah kelompok dalam kelas
6.      Komposisi anak didik dalam kelompok (seperti anak didik pandai dengan anak didik kurang pandai, pria dengan wanita).

Pengaturan tempat duduk sebenarnya akan berhubungan dengan permasalahan siswa sebagai individu dengan perbedaan pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Tetapi di dalam perbedaan dari ketiga aspek itu ada juga terselip persamaannya, persamaan dan perbedaan dimaksud adalah :
1.      Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (inteligensi)
2.      Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan
3.      Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar
4.      Persamaan dan perbedaan dalam bakat
5.      Persamaan dan perbedaan dalam sikap
6.      Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan
7.      Persamaan dan perbedaan dalam pengetahuan /pengalaman
8.      Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah
9.      Persamaan dan perbedaan dalam minat
10.  Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita
11.  Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan
12.  Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian
13.  Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan
14.  Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan
Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian siswa diatas, berguna dalam membantu usaha pengaturan kelas. Terutaman berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokan siswa guna menciptakan lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.[8]
Pengaturan dan penataan kelas mencakup:
a.     pengaturan siswa,
b.     lingkungan fisik dan
c.      penggunaan ruangan, serta
d.     pemanfaatan sumber belajar yang berasal dari lingkungan karena itus setiap guru dituntut untuk tampil dan kreatif serta peka terhadap suasana kelasnya.

1.      Tempat Duduk Siswa
Pengaturan bangku dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan pengajaran yang efektif dan efisien. Hal ini dilakukan agar semua siswa mampu menangkap pelajran yang diberikan dengan merata, seksama, menarik, tidak monoton, dan mempunyai sudut pandang bervariasi terhadap pelajaran yang tengah dikuti.
Sebagaimana diketahui kemampuan siswa tidak sama. Pengaturan bangku tersebut dapat dilakukan untuk memenuhi empat tujuan pembelajaran, yakni aksebilitas yang membuat siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia, mobilitas yang membuat siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas, interaksi yang memudahkan terjadinya komunikasi antar guru, siswa, maupun antar siswa, dan variasi kerja siswa yang memungkinkan siswa bekerja sama secara perorangan, berpasangan, atau berkelompok. Contoh formasi bentuk bangku sebagai berikut:[9]
1.      Formasi Tradisionala (Konvensional)
Formasi konvenssional adalah formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas tradisional yang memungkinkan para siswa duduk berpasangan dalam satu meja dengan dua kursi.
2.      Formasi Auditorium
Formasi auditorium merupakan tawaran alternative dalam menyusun ruang kelas. Meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang terbiasa dalam penataan ruang secara konvensional (tradisional). Jika tempat duduk sebuah kelas dapat dengan mudah dipindah-pindahkan, maka guru dapat membuat bentuk pembelajran ala auditorium untuk membentuk hubungan yang lebih erat, sehingga memudahkan siswa melihat guru.
3.      Formasi Cevron
Bentuk cevron mungkin bisa sangat membantu dalam usaha mengurangi jarak di antarsiswa maupun antar siswa dengan guru, sehingga siswa dan guru mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap lingkungan kelas dan mampu aktif dalam pembelajaran di kelas.
  
4.      Formasi Kelas bentuk Huruf U
Formasi kelas bentuk huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi secara langsung, sehingga akan mendapatkan respon dari pendidik secara langsung.
           
5.      Formasi Meja Pertemuan
Formasi meja pertemuan biasanya diseenggarakan di tempat-tempat pertemuan dan seminar, baik di hotel maupun gedung pertemuan. Formasi ini dapat digunakan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompok tersebut mempunyai meja pertemuannya sendiri-sendiri
 
6.      Formasi Konferensi
Formasi konferensi sangat bagus digunakan dalam metode debat saat membahas suatu permasalahan yang dilontarkan oleh pendidik, kemudian membiarkan para siswa secara bebas mengemukakan berbagai pendapat mereka.


7.      Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout Groupings)
Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan aktifitas belajar yang dipecah menjadi beberapa tim.
 

8.      Formasi Tempat Kerja
Formasi tempat kerja tepat jika dilakukan dalam lingkungan tipe laboratorium, di mana setiap siswa duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas, tepat setelah didemonstrasikan.
           
9.      Formasi Kelompok untuk Kelompok
Formasi kelompok untuk kelompok adalah formasi di mana terdapat beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (bisa juga dengan membuat beberapa meja dijadikan satu menjadi meja besar), sehingga setiap kelompok duduk saling berhadapan. Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau menyusun permainan peran, berdebat atau observasi pada aktivitas kelompok.
              
10.  Formasi Lingkaran
Formasi lingkaran adalah formasi yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. Formasi ini digunakan untuk melakukan pembelajaran dalam satu kelompok, dimana guru memiliki peran untuk membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran tersebut.
                       
11.  Formasi Peripheral
Jika guru menginginkan siswa memiliki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan di belakang siswa. Guru dapat menyuruh siswa memutar kursi-kursinya secara melingkar ketika guru mengingkan diskusi kelompok.
           
2.      Pengaturan Alat-Alat Pengajaran dalam kelas adalah:
Alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur sebagai berikut: [10]
a.       Perpustakaan kelas
1)      Sekolah yang maju mempunyai perpustakaannya di setiap kelas.
2)      Pengaturanya bersama-sama siswa.
b.      Alat – alat peraga media pengajaran
1)      Alat peraga atau media pengajaran semestinya diletakkan di dalam kelas agar memudahkan dalam penggunaanya.
2)      Pengaturannya bersama-sama siswa.
c.       Papan tulis, kapur tulis, dll
1)      Ukurannya disesuaikan
2)      Warnanya harus kontras
3)      Penempatannya memperhatikan etestika dan terjangkau oleh semua siswa
d.      Papan resensi siswa
1)      Ditempatkan di bagian depan sehingga dapat dilihat oleh semua siswa
2)      Difungsikan sebagaimana mestinya
3.      Penataan keindahan dan kebersihan kelas
a.       hiasan dinding (panjang kelas) hendaknya dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya :
1)      Burung garuda
2)      Teks proklamasi
3)      Slogan pendidikan
4)      Para pahlawan
5)      Peta/globe
b.      penempatan lemari
1)      Untuk buku di depan
2)      Alat-alat peraga di belakang
c.       pemeliharaan kebersihan
1)      Siswa bergiliran untuk membersihkan kelas
2)      Guru memeriksa kebersihan ketertiban kelas
4.      Ventilasi dan tata cahaya
a.       Ada ventilasi yang sesuai dengan ruang kelas
b.      Sebaiknya tidak merokok
c.       Pengaturan adanya perlu diperhatikan
d.      Cahaya yang masuk harus cukup. 

C.    Pengelolaan Kelas yang Efektif
Bila kelas diberikan batasan sebagai sekelompok orang yang belajar bersama yang mendapatkan pengajaran dari guru, maka didalamnya terdapat orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dengan karakteristik mereka masing-masing yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan ini perlu guru pahami agar mudah dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif. Menurut Made Pidarta, untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:[11]
1.      Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu yang dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan guru.
2.      Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok.
3.      Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku masing-masing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-ondividu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana pelajar.
4.      Kelompok kelas menyyisipkan pengaruhnya kepada anggota-amggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka dikelas dikala belajar.
5.      Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat ketrampilan guru mengelola kelas secara kelompok, makin puas murid-murid dikelas.
6.      Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesattuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah mauupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.
Ditambahkannya lagi, bahwa organisasi kelas tidak hanya berfungsi sebagai dasar terciptanya interaksi guru dan siswa, tetapi juga menambah terciptanya efektivitas, yaitu interaksi yang bersifat kelompok. Dari hasil riset telah disimpulkan beberapa variabel masalah yang perlu diperhatikan untuk membuat iklim kelas yang efektif dan sehat, yaitu :
1.      Bila situasi kelas memungkinkan anak-anak belajar secara maksimal, fungsi kelompok harus diminimalkan.
2.       Manajemen kelas harus memberi fasilitas untuk mengembangkan kesatuan dan kerja sama.
3.      Anggota-anggota kelompok harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang memeri efek kepada hubungan dan kondisi belajar.
4.       Anggota-anggota kelompok harus dibimbing dalam menyelesaikan kebimbangan, ketegangan, dan perasaan tertekan.
5.      Perlu diciptakan persahabatan dan kepercayaan yang kuat antar siswa.

Figur seorang guru yang baik adalah guru yang selalu memperhatikan siswa, selalu terbuka, selalu tanggap terhadap keluhan siswa, selalu mau mendengarkan saran dan kritikan siswa, dan sebagainya. itulah guru yang disenangi murid, yang selalu dirindukan, didambakan siswa. Guru yang memiliki ciri demikian biasanya kurang menemui kesulitan dalam mengelola kelas.





BAB III
KESIMPULAN
A.    Beberapa masalah pengelolaan kelas
Masalah pengelolaan kelas dapat di kelompokan menjadi dua jenis yaitu masalah individu dan masalah kelompok. Masalah individu diantaranya mencari perhatian, kekuasaan, balas dendam, dan ketidak mampuan. Sedangkan masalah kelompok diantaranya kekurankompakan, peraturan kelompok, reaksi negative sesame anggota, tingkah laku yang menyimpang, kegiatan anggota, tidak mau bekerja, dan protes. Dan cara menghadapi masalah yang timbul, sebagai guru wajib mengetahui berbagai pendekatan untuk menangani masalah yang timbul
B.     Penataan Ruang kelasdan pengaturan siswa
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell yaitu:
1.      Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
2.      Accesibility (mudah dicapai)
3.      Fleksibilitas (Keluwesan)
4.      Kenyamanan
5.      Keindahan
Pengaturan bangku dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan pengajaran yang efektif dan efisien. Formasi bentuk bangku diantaranya: formasi tradisional, auditorium, cevron, bentuk huruf U, meja pertemuan dan lain-lain. Dan alat-alat pengajaran yang perlu diatur antara lain perpustakan kelas, papan tulis dan kapus.
C.     Pengelolaan Kelas yang Efektif
Bagi seoarang guru wajib untuk memahami perbedaan yang terjadi pada siswa. Agar supaya guru mudah dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif. Menurut Made Pidarta, untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu yang dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan guru.
2.      Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok.
3.      Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku masing-masing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-ondividu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana pelajar.
4.      Kelompok kelas menyyisipkan pengaruhnya kepada anggota-amggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka dikelas dikala belajar.
5.      Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat ketrampilan guru mengelola kelas secara kelompok, makin puas murid-murid dikelas.
6.      Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesattuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah mauupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.



DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Saiful Bahri dan Aswan Zain. 2010.  Strategi Belajar Mengajar Cetakan IV. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri 2002. Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dkk. 2002. Strategi Belajar Mengajar I. Jakarta: Rineka Cipta.
Hery Hernawan, Asep. 2006. Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI PRESS.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi. 1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Winataputra, Udin S. 2003. Srategi Belajar mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional
Dari internet:
http://www.infodiknas.com/bab-2-masalah-masalah-pengelolaan-kelas.html Diakses pada tgl. 30 mei 2014, pkl. 10:50 WIB
http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-kelas-yang-efektif-dan.html



[1] Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,  Strategi Belajar Mengajar Cetakan IV, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), 194.
[2] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), 150.

[4]  http://www.infodiknas.com/bab-2-masalah-masalah-pengelolaan-kelas.html Diakses pada tgl. 30 mei 2014, pkl. 10:50 WIB
[6] Udin S. Winataputra, Srategi Belajar mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional 2003) hal 22
[7] SyaifulBahriDjamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta, 2002, h. 174
[8] Syaiful Bahri Djamarah, dkk, Strategi Belajar Mengajar I, Jakarta : Rineka Cipta, 2002, h. 231
[10] Hery Hernawan, Asep. 2006. Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI PRESS, hal. 9
[11] http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-kelas-yang-efektif-dan.html