BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan guru didalam
kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas. Kegiatan
mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan untuk siswa mencapai
tujuan-tujuan seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan siswa, menyusun rencana
pelajaran, menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan
kepada siswa, menilai kemajuan siswa adalah contoh-contoh kegiatan mengajar.
Kegiatan mengelola
kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar
kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Masalah
pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan
masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan.
Dalam kenyataan sehari-hari kedua jenis kegiatan itu menyatu dalam kegiatan
atau tingkah laku guru sehingga sukar dibedakan. Namun demikian, pembedaan
seperti itu amat perlu, terutama apabila kita ingin menanggulangi secara tepat
permasalahan yang berkaitan dengan kelas.
B. Rumusan Masalah
1.
Beberapa masalah dalam
pengelolaan kelas?
2.
Penataan kelas dan
pengaturan siswa?
3.
Pengelolaan kelas yang
efektif?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Beberapa
Masalah Pengelolaan Kelas
Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan dengan
ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator kegagalan itu adalah prestasi
belajar siswa rendah, tidak sesuia dengan standar atau batas ukuran yang
ditentukan. Karena itu pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat
penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar-mengajar.[1]
Keanekaragaman masalah perilaku siswa yang menimbulkan beberapa masalah
pengelolaan kelas menurut Made Pidarta adalah : [2]
1.
Kurang kesatuan dengan
adanya kelompok-kelompok dan pertentangan jenis kelamin.
2.
Tidak ada standar perilaku
dalam bekerja kelompok.
3.
Reaksi negative terhadap
anggota kelompok.
4.
Reaksi mentoleransi
kekeliruan-kekeliruan.
5.
Mudah mereaksi perilaku
negative / terganggu.
6.
Moral rendah, permusuhan,
dan agresif.
7.
Tidak mampu menyesuaikan
dengan lingkungan yang berubah.
1.
Jenis masalah dalam Pengelolaan Kelas
Ada dua jenis masalah
pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat individu
dan yang bersifat kelompok.
a.
Masalah yang bersifat Individual.
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa
tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Jika seorang
individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga, maka dia
akan bertingkah laku menyimpang. Diantaranya sebagai berikut: [3]
1)
Attention getting
behaviors (pola perilaku mencari
perhatian).
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam
suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun
pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif
pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer,
melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus
bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian
yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus
meminta bantuan orang lain.
2)
Power seeking behaviors
(pola perilaku
menunjukkan kekuatan/kekuasaan)
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif,
tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong,
menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang
diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari
kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya
sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras
kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
3)
Revenge seeking
behaviors (pola perilaku
menunjukkan balas dendam).
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak
menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang
lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap
sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering
dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau
dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam
pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka
bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif
sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif
dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
4)
Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak
mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang
bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini
menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus.
Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan
tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan
ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
b.
Masalah bersifat
kelompok.
Dikenal adanya tujuh masalah
kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:[4]
- Kekurang-kompakan
Kekurang-kompakan
kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para
anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis
kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini.
Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak
sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa
di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga
mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa
tidak saling bantu membantu.
- Kekurang mampuan mengikuti peraturan kelompok
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa
siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka
masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok.
Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal
pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau
mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat
duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria
dan lain-lain.
- Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok
Reaksi negatif terhadap anggota
kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap
anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang
menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan
kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh
kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
- Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang
Penerimaan kelompok (kelas) atas
tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya
dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma
sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan
(memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika
hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang
dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
- Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja
Masalah kelompok anak timbul dari
kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini
kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak
berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran
kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk
melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka
suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
- Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes
Masalah kelompok yang paling rumit
ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan,
baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan
penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa
mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat
mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan
contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.
- Ketidak mampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
Pada umumnya protes dan keengganan seperti
itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya
jarang terjadi. Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi
apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru
atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan,
pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan
lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok)
sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan
yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling
sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru
pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
2.
Cara
menghadapi masalah pengelolaan
Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas ada beberapa
pendekatan yang dapat digunakan oleh guru, antara lain:[5]
a.
pendekatan
pengubahan tingkah laku, pada pendekatan ini menerapkan larangan dan anjuran
seorang guru kepada peserta didiknya;
b.
pendekatan
iklim sosio-emosional, pendekatan ini memandang bahwa pengelolaan kelas yang
efektif merupakan fungsi dari hubungan yang baik antara guru dan peserta didik
dan antara peserta didik dengan peserta didik itu sendiri. Melalui pendekatan
ini peserta didik dan guru diharapkan dapat memiliki sikap keterbukaan,
kepercayaan dan rasa simpati. Dengan demikian maka akan dapat menumbuhkan
kenyaman dan ketentraman bagi peserta didik dalam menerima pelajaran. Hal
penting yang harus diingat di sini adalah seorang guru harus tetap tegas dan
membatasi kedekatannya dengan peserta didik. Jangan sampai peserta didik
memanfaatkan kedekatannya untuk memperoleh nilai;
c.
pendekatan
proses kelompok, dalam pemilihan pendekatan ini harus didasarkan atas
pertimbangan bahwa perilaku yang menyimpang pada dasarnya bukan hal yang
menimpa individu, tetapi mencangkup kelompok. Salah satu hal yang harus
diperhatikan guru dalam pendekatan ini adalah meningkatkan daya tarik dan
ikatan bagi anggota-anggotanya;
d.
pendekatan
elektis, Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas, seorang guru dapat
menggunakan lebih dari satu pendekatan.
B.
Penataan
Ruang Kelas dan Pengaturan Siswa
Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat
menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan
pengaturan/ penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran.
Lingkungan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya
interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas
menurut Loisell yaitu:[6]
1.
Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility
artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu
pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau
kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua
siswa kegiatan pembelajaran.
2.
Accesibility
(mudah dicapai)
Penataan ruang
harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang
dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk
harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah
dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3.
Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang
di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan
kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika
proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4.
Kenyamanan
Kenyamanan
disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5.
Keindahan
Prinsip
keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan
dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan
dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan.
Meneciptakan suasana belajar yang
menggairahkan perlu memeperhatikan peraturan/penataan ruang
kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan belajar hendaknya
memungkinkan anak didik duduk berkelompok dan memudahkan anak didik
bergerak secara leluasa. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal yang
diperhatikan adalah : [7]
1. Ukuran dan bentuk kelas
2. Bentuk serta ukuran bangku dan meja
anak didik
3. Jumlah anak didik dalam kelas
4. Jumlah anak didik dalam setiap
kelompok
5. Jumlah kelompok dalam kelas
6. Komposisi anak didik dalam kelompok (seperti
anak didik pandai dengan anak didik kurang pandai, pria dengan wanita).
Pengaturan tempat duduk sebenarnya
akan berhubungan dengan permasalahan siswa sebagai individu dengan perbedaan
pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Tetapi di dalam perbedaan
dari ketiga aspek itu ada juga terselip persamaannya, persamaan dan perbedaan
dimaksud adalah :
1. Persamaan dan perbedaan dalam
kecerdasan (inteligensi)
2. Persamaan dan perbedaan dalam
kecakapan
3. Persamaan dan perbedaan dalam hasil
belajar
4. Persamaan dan perbedaan dalam bakat
5. Persamaan dan perbedaan dalam sikap
6. Persamaan dan perbedaan dalam
kebiasaan
7. Persamaan dan perbedaan dalam
pengetahuan /pengalaman
8. Persamaan dan perbedaan dalam
ciri-ciri jasmaniah
9. Persamaan dan perbedaan dalam minat
10. Persamaan dan perbedaan dalam
cita-cita
11. Persamaan dan perbedaan dalam
kebutuhan
12. Persamaan dan perbedaan dalam
kepribadian
13. Persamaan dan perbedaan dalam
pola-pola dan tempo perkembangan
14. Persamaan dan perbedaan dalam latar
belakang lingkungan
Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian siswa diatas,
berguna dalam membantu usaha pengaturan kelas. Terutaman berhubungan dengan
masalah bagaimana pola pengelompokan siswa guna menciptakan lingkungan belajar
yang aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan
bergairah dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.[8]
Pengaturan dan penataan kelas mencakup:
a.
pengaturan
siswa,
b.
lingkungan
fisik dan
c.
penggunaan
ruangan, serta
d.
pemanfaatan
sumber belajar yang berasal dari lingkungan karena itus setiap guru dituntut
untuk tampil dan kreatif serta peka terhadap suasana kelasnya.
1.
Tempat
Duduk Siswa
Pengaturan bangku dapat dilakukan
secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan
pengajaran yang efektif dan efisien. Hal ini dilakukan agar semua siswa mampu
menangkap pelajran yang diberikan dengan merata, seksama, menarik, tidak
monoton, dan mempunyai sudut pandang bervariasi terhadap pelajaran yang tengah
dikuti.
Sebagaimana diketahui kemampuan
siswa tidak sama. Pengaturan bangku tersebut dapat dilakukan untuk memenuhi
empat tujuan pembelajaran, yakni aksebilitas yang membuat siswa mudah
menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia, mobilitas yang membuat siswa
dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas, interaksi
yang memudahkan terjadinya komunikasi antar guru, siswa, maupun antar siswa,
dan variasi kerja siswa yang memungkinkan siswa bekerja sama secara perorangan,
berpasangan, atau berkelompok. Contoh formasi bentuk bangku sebagai berikut:[9]
1. Formasi Tradisionala (Konvensional)
Formasi
konvenssional adalah formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas
tradisional yang memungkinkan para siswa duduk berpasangan dalam satu meja
dengan dua kursi.
2. Formasi Auditorium
Formasi
auditorium merupakan tawaran alternative dalam menyusun ruang kelas. Meskipun
bentuk auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar
aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang
terbiasa dalam penataan ruang secara konvensional (tradisional). Jika tempat
duduk sebuah kelas dapat dengan mudah dipindah-pindahkan, maka guru dapat
membuat bentuk pembelajran ala auditorium untuk membentuk hubungan yang lebih
erat, sehingga memudahkan siswa melihat guru.
3. Formasi Cevron
Bentuk
cevron mungkin bisa sangat membantu dalam usaha mengurangi jarak di antarsiswa
maupun antar siswa dengan guru, sehingga siswa dan guru mempunyai pandangan
yang lebih baik terhadap lingkungan kelas dan mampu aktif dalam pembelajaran di
kelas.
4. Formasi Kelas bentuk Huruf U
Formasi
kelas bentuk huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa, sehingga
mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini guru
adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan
langsung berinteraksi secara langsung, sehingga akan mendapatkan respon dari
pendidik secara langsung.
5. Formasi Meja Pertemuan
Formasi
meja pertemuan biasanya diseenggarakan di tempat-tempat pertemuan dan seminar,
baik di hotel maupun gedung pertemuan. Formasi ini dapat digunakan dengan cara
membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompok tersebut
mempunyai meja pertemuannya sendiri-sendiri
6. Formasi Konferensi
Formasi
konferensi sangat bagus digunakan dalam metode debat saat membahas suatu permasalahan
yang dilontarkan oleh pendidik, kemudian membiarkan para siswa secara bebas
mengemukakan berbagai pendapat mereka.
7. Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout
Groupings)
Jika
ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat meletakkan meja-meja
dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan aktifitas belajar yang dipecah
menjadi beberapa tim.
8. Formasi Tempat Kerja
Formasi
tempat kerja tepat jika dilakukan dalam lingkungan tipe laboratorium, di mana
setiap siswa duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas, tepat setelah
didemonstrasikan.
9. Formasi Kelompok untuk Kelompok
Formasi
kelompok untuk kelompok adalah formasi di mana terdapat beberapa kelompok yang
duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (bisa juga dengan membuat beberapa
meja dijadikan satu menjadi meja besar), sehingga setiap kelompok duduk saling
berhadapan. Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau menyusun
permainan peran, berdebat atau observasi pada aktivitas kelompok.
10. Formasi Lingkaran
Formasi
lingkaran adalah formasi yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan
kursi. Formasi ini digunakan untuk melakukan pembelajaran dalam satu kelompok,
dimana guru memiliki peran untuk membimbing dan mengarahkan jalannya
pembelajaran tersebut.
11. Formasi Peripheral
Jika
guru menginginkan siswa memiliki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan
susunan peripheral, yakni meja ditempatkan di belakang siswa. Guru dapat
menyuruh siswa memutar kursi-kursinya secara melingkar ketika guru mengingkan
diskusi kelompok.
2. Pengaturan Alat-Alat Pengajaran
dalam kelas adalah:
Alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur sebagai
berikut: [10]
a. Perpustakaan kelas
1) Sekolah yang maju mempunyai
perpustakaannya di setiap kelas.
2) Pengaturanya bersama-sama siswa.
b. Alat – alat peraga media pengajaran
1) Alat peraga atau media pengajaran
semestinya diletakkan di dalam kelas agar memudahkan dalam penggunaanya.
2) Pengaturannya bersama-sama siswa.
c. Papan tulis, kapur tulis, dll
1) Ukurannya disesuaikan
2) Warnanya harus kontras
3) Penempatannya memperhatikan etestika
dan terjangkau oleh semua siswa
d. Papan resensi siswa
1) Ditempatkan di bagian depan sehingga
dapat dilihat oleh semua siswa
2) Difungsikan sebagaimana mestinya
3. Penataan keindahan dan kebersihan
kelas
a. hiasan dinding (panjang kelas)
hendaknya dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya :
1) Burung garuda
2) Teks proklamasi
3) Slogan pendidikan
4) Para pahlawan
5) Peta/globe
b. penempatan lemari
1) Untuk buku di depan
2) Alat-alat peraga di belakang
c. pemeliharaan kebersihan
1) Siswa bergiliran untuk membersihkan
kelas
2) Guru memeriksa kebersihan ketertiban
kelas
4. Ventilasi dan tata cahaya
a. Ada ventilasi yang sesuai dengan
ruang kelas
b. Sebaiknya tidak merokok
c. Pengaturan adanya perlu diperhatikan
d. Cahaya yang masuk harus cukup.
C.
Pengelolaan Kelas yang Efektif
Bila kelas diberikan batasan sebagai sekelompok
orang yang belajar bersama yang mendapatkan pengajaran dari guru, maka
didalamnya terdapat orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dengan
karakteristik mereka masing-masing yang berbeda dari yang satu dengan yang
lainnya.
Perbedaan ini perlu guru pahami agar
mudah dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif. Menurut Made Pidarta,
untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:[11]
1. Kelas adalah
kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu yang dilengkapi oleh
tugas-tugas dan diarahkan guru.
2. Dalam situasi
kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua
anak atau kelompok.
3. Kelompok
mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku masing-masing
individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-ondividu dalam hal
bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana pelajar.
4. Kelompok kelas
menyyisipkan pengaruhnya kepada anggota-amggota. Pengaruh yang jelek dapat
dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka dikelas dikala belajar.
5.
Praktik guru waktu belajar cenderung
terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat ketrampilan guru
mengelola kelas secara kelompok, makin puas murid-murid dikelas.
6.
Struktur kelompok, pola komunikasi, dan
kesattuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang
tertarik pada sekolah mauupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau
bermusuhan.
Ditambahkannya lagi, bahwa organisasi
kelas tidak hanya berfungsi sebagai dasar terciptanya interaksi guru dan siswa,
tetapi juga menambah terciptanya efektivitas, yaitu interaksi yang bersifat
kelompok. Dari hasil riset telah disimpulkan beberapa variabel masalah yang
perlu diperhatikan untuk membuat iklim kelas yang efektif dan sehat, yaitu :
1. Bila situasi
kelas memungkinkan anak-anak belajar secara maksimal, fungsi kelompok harus
diminimalkan.
2. Manajemen kelas harus memberi fasilitas
untuk mengembangkan kesatuan dan kerja sama.
3. Anggota-anggota
kelompok harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang memeri efek kepada hubungan dan kondisi belajar.
4. Anggota-anggota kelompok harus
dibimbing dalam menyelesaikan kebimbangan, ketegangan, dan perasaan tertekan.
5. Perlu
diciptakan persahabatan dan kepercayaan yang kuat antar siswa.
Figur seorang guru yang baik adalah
guru yang selalu memperhatikan siswa, selalu terbuka, selalu tanggap terhadap
keluhan siswa, selalu mau mendengarkan saran dan kritikan siswa, dan
sebagainya. itulah guru yang disenangi murid, yang selalu dirindukan,
didambakan siswa. Guru yang memiliki ciri demikian biasanya kurang menemui
kesulitan dalam mengelola kelas.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Beberapa
masalah pengelolaan kelas
Masalah pengelolaan kelas dapat di kelompokan
menjadi dua jenis yaitu masalah individu dan masalah kelompok. Masalah individu
diantaranya mencari perhatian, kekuasaan, balas dendam, dan ketidak mampuan.
Sedangkan masalah kelompok diantaranya kekurankompakan, peraturan kelompok,
reaksi negative sesame anggota, tingkah laku yang menyimpang, kegiatan anggota,
tidak mau bekerja, dan protes. Dan cara menghadapi masalah yang timbul, sebagai
guru wajib mengetahui berbagai pendekatan untuk menangani masalah yang timbul
B.
Penataan
Ruang kelasdan pengaturan siswa
Ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas
menurut Loisell yaitu:
1.
Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
2.
Accesibility (mudah dicapai)
3.
Fleksibilitas (Keluwesan)
4.
Kenyamanan
5.
Keindahan
Pengaturan
bangku dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa,
sesuai dengan kebutuhan pengajaran yang efektif dan efisien. Formasi bentuk
bangku diantaranya: formasi tradisional, auditorium, cevron, bentuk huruf U,
meja pertemuan dan lain-lain. Dan alat-alat pengajaran yang perlu diatur antara
lain perpustakan kelas, papan tulis dan kapus.
C. Pengelolaan Kelas yang Efektif
Bagi seoarang guru wajib untuk memahami
perbedaan yang terjadi pada siswa. Agar supaya guru mudah dalam melakukan
pengelolaan kelas secara efektif. Menurut Made Pidarta, untuk mengelola kelas
secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kelas adalah
kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu yang dilengkapi oleh tugas-tugas
dan diarahkan guru.
2. Dalam situasi
kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua
anak atau kelompok.
3. Kelompok
mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku masing-masing
individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-ondividu dalam hal
bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana pelajar.
4. Kelompok kelas
menyyisipkan pengaruhnya kepada anggota-amggota. Pengaruh yang jelek dapat
dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka dikelas dikala belajar.
5. Praktik guru
waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat
ketrampilan guru mengelola kelas secara kelompok, makin puas murid-murid
dikelas.
6. Struktur
kelompok, pola komunikasi, dan kesattuan kelompok ditentukan oleh cara
mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah mauupun bagi mereka
yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Saiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar
Cetakan IV. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri 2002. Guru
dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dkk. 2002. Strategi
Belajar Mengajar I. Jakarta: Rineka Cipta.
Hery
Hernawan, Asep. 2006. Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI PRESS.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi. 1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Winataputra, Udin S. 2003. Srategi
Belajar mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional
Dari internet:
http://www.infodiknas.com/bab-2-masalah-masalah-pengelolaan-kelas.html Diakses pada tgl. 30 mei 2014, pkl. 10:50 WIB
http://poenyaecix.wordpress.com/2012/01/20/masalah-pengelolaan-kelas-dan-cara-menghadapi-masalah-pengelolaan-kelas/ Diakses pada tgl. 30 mei 2014, pkl. 10:50 WIB
http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-kelas-yang-efektif-dan.html
[1] Saiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar
Cetakan IV, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2010),
194.
[3] http://www.infodiknas.com/bab-2-masalah-masalah-pengelolaan-kelas.html Diakses pada tgl. 30 mei 2014, pkl. 10:50 WIB
[4] http://www.infodiknas.com/bab-2-masalah-masalah-pengelolaan-kelas.html
Diakses pada tgl. 30 mei 2014, pkl. 10:50 WIB
[5] http://poenyaecix.wordpress.com/2012/01/20/masalah-pengelolaan-kelas-dan-cara-menghadapi-masalah-pengelolaan-kelas/
Diakses pada tgl. 30 mei 2014, pkl. 10:50 WIB
[6]
Udin S. Winataputra, Srategi Belajar mengajar, (Jakarta: Universitas
Terbuka Departemen Pendidikan Nasional 2003) hal 22
[7]
SyaifulBahriDjamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif,
Jakarta : Rineka Cipta, 2002, h. 174
[8]
Syaiful Bahri Djamarah, dkk, Strategi Belajar Mengajar I, Jakarta :
Rineka Cipta, 2002, h. 231