I.
PENDAHULUAN
Lembaga
pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan proses
pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam mengatur jalannya
pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan jika
tidak ada lembaganya.
Lembaga
pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran proses
pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep islam.
Lembaga pendidikan islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang
lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat islam.
Masjid, pondok
pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan islam yang mutlak
diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah kota secara khususnya, karena
lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan menghasilkan sesuatu
yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri akan
mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap dalam aqidah
keislaman. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas masalah yang
berkaitan dengan lembaga pendidikan islam tersebut.
II. PEMBAHASAN
LEMBAGA
DAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A.
Mesjid (Langgar, Rangkang, Surau)
Secara harfiah masjid diartikan sebagai tempat duduk atau
setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah.[1] Secara
harfiah, masjid adalah “tempat untuk bersujud”. Namun, dalam artiterminologi,
masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam
arti yang luas.[2] Dalam
bahasa Indonesia, masjid diartikan rumah tempat bersembahyang bagi orang Islam.
Di dalam bahasa inggris, kata masjid merupakan terjemahan dari kata mosque.[3]
Masjid memegang peran penting dalam pendidikan
islam, karena masjid atau surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak
keperluannya bagi perkembangan masyarakat islam. Masjid, surau dan langgar
dianggap sebagai lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia sebelum adanya
pesantren. Pendidikan di surau atau langgar adalah pendidikan tingkat dasar
yang biasa disebut sebagai pengajian al-Qur’an. Kemudian pendidikan dan
pengajaran tingkat lanjutan yang disebut pengajian kitan diselenggarakan di
masjid. Sementara itu di sebagian daerah surau langgar berfungsi sebagai
pesantren.[4] Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit,
tidak sebagaimana pada zaman Nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga
sosial keagamaan semakin memadat, sehingga masjid terkesan sebagai tempat
ibadah shalat saja. Pada mulanya, masjid merupakan sentral kebudayaan
masyarakat Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, dan pusat
pemukiman, serta sebagai tempat ibadah dan I’tikaf.[5].
Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat saya simpulkan
bahwa yang di maksu dengan masjid adalah suatu tempat yang digunakan untuk
kegiatan ibadah bagi orang-orang Islam, seperti sholat. Dan masjid menjadi lembaga
pendidikan pertama di Indonesia terutama pendidikan agama Islam.
Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik
untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid, akan
terlihat hidupnya Sunnah-sunnah Islam, menghilangkan segala bid’ah, mengembangkan
hukum-hukum Tuhan, serta menghilangnya stratafikasi status sosial-ekonomi dalam
pendidikan.[6]Adapun cara yang dipergunakan dalam belajar
dan mengajar disurau dan di masjid dapat ditentukan sebagai berikut: anak-anak
belajar secara duduk dalam keadaan bersila tanpa menggunakan bangku dan meja
demikian halnya dengan guru. Mereka belajar dengan guru seorangan demi
seorangan dan belum berkelas-kelas seperti sekolah-sekolah sekarang. Materi
pelajarannya sangat bervariasi, tergantung kepada kemampuan dan potensi
anak-anak. Namun, pada dasarnya setiap anak memulai pelajarannya dari huruf
Hijaiyah, mereka menghafal dan mengenal hurufnya satu persatu, baru kemudian
dirangkaikan. Mereka tidak belajar menuliskan huruf-huruf tersebut. Setelah pandai membaca surat-surat pendek terutama yang ada di juz’amma baru
diperkenankan membaca al-Qur’an dari prmulaan secara berturut-turut sampai
khatam.[7] Selain
materi al-Qur’an ada juga materi ibadah, yang dimulai dengan berwudhu dan
shalat. Pelajaran ini diberikan secara langsung nelalui teladan dan praktek.
Lama belajar al-qur’an tergantung pada setiap anak. Anak yang mampu dan rajin
bisa menatkan al-Qur’an dalam waktu 2-3 tahun, begitu juga setiap murid pada
pengajian setiap waktu belajar tidak tetap, karena di antara anak-anak ada yang
rajin dan ada yang malas waktu belajar biasanya sesudah waktu-waktu shalat.
Jadi dapat saya pahami bahwa dalam proses belaja mengajar
di masjid yaitu tanpa menggunakan kursi dan meja tetapi anak-anak dan guru
duduk bersila dan mereka belajar dengan guru secara bergantian atau satu demi
satu atau seorang demi seorang. Kemudian
materinya bervariasi, tergantung pada kepada kemampuan dan potensi anak didik.
Pelajaran yang pertama di ajarkan yaitu mengenal dan nenghafal huruf-huruf
Hijaiyah, kemudian mereka belajar juz’ama setelah itu baru belajar baca
al-Qur’an. Anak-anak juga di ajarkan materi ibadah seperti wudhu dan shalat
secara praktek.
Menurut Abuddin Nata, terdapat dua peran yang dilakukan oleh
masjid. Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan
nonformal. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dilihat dari
segifungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, shalat Idul Fitri,
IdulAdha, berzikir dan berdo’a. Pada semua kegiatan ibadah tersebut terdapat nilai-nilai
pendidikan mental spiritual yang amat dalam. Adapun peran masjid sebagai
lembaga pendidikan nonformal dapat terlihat dari sejumlah kegiatan pendidikan
dan pengajaran dalam bentuk halaqoh (lingkaran studi) yang dipimpin oleh
seorang ulama dengan materi utamanya tentang ilmu agama Islam dengan berbagai
cabangnya. Kegiatan tersebut berlangsung mengalir sedemikian rupa, tanpa sebuah
aturan formal yang tertulis dan mengikat secarakaku. Kedua, peran masjid
sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal yang
berkaitan dengan kepentinagan masyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara
melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang bersiafat amaliah. Mereka yang
banyak terlibat dan aktif dalam berbagai kegiatan di masjid akan memiliki bekal
pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan
dan kepemimpinan.[8]
Bulan Ramadhan biasanya merupakan waktu yang
istimewa bagi pengajian al-Qur’an, surau dan masjid biasanya penuh dengan
kegiatan ibadah dan pengajian al-Qur’an baik anak-anak maupun orang dewasa.
Pengajian tadarus setelah shalat taraweh bagi kaum bapak dan setelah shalat
shubuh bagi kaum ibu. Di samping menjadi pesantren, sebagian masjid
dan surau tertentu misalnya di Palembang masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin
II memberikan tingkat pendidikan lanjutan yang disebut pengajian kitab oleh
para kiai yang ahli. Kitab-kitab yang digunakan adalah kitab-kitab yang biasa
digunakan dipesantren-pesantren.[9]
B.
Pesantren
Di Indonesia istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah
“pondok pesantren”, yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang didalamnya
terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri
(peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan
pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat
tinggal para santri.[10]
Dalam kamus besar bahas Indonesia, pesantren diartikan
sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji.
Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para
santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab
klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara
detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan
pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Pesantren sebagai salah satu lembaga
pendidikan Islam tertua di indonesia. Lahir dan berkembang semenjak masa-masa
permulaanislam masuk ke Indonesia. Pesantren merupakan sebuah kompleks dengan
lokasi umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks itu terdiri
dari beberapa bangunan, di antarnya rumah kediaman kyai, sebuah masjid, tempat
pengajaran diberikan diasrama tempat tinggal para santri. Ada lima elemen atau
unsur penting dalam pesantren, yaitu kyai, santri, pondok dan masjid, dan
kitab-kitab islam klasik.[11]
Menurut para ahli pesantren baru
dapat disebut pesantren bila memenuhilima syarat, yaitu: ada kiai, ada pondok,
ada masjid, ada santri, ada pelajaran membaca kitab kuning.[12]
Dari beberapa pengertian di atas dapat saya simpulkan bahwa pesantren atau kutab
dalam bahasa aranya adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tertua di Indonesia yang didalam terdapat suatu komplek (asrama, rumah kyai dan
masjid) yang bertujuan untuk
menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman
hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan
bermasyarakat.
Tujuan
terbentuknya pondok pesantren adalah:[13]
a. Tujuan umum, yaitu membimbing anak
didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam, yang dengan ilmu
agamanya ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu
dan amalnya,
b. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan
para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai
yang bersangkutan serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.
Sebagai
lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model
pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu modelsistem pendidikan dengan
metode pengajaran wetonan dan serogan. Di JawaBarat, metode tersebut
diistilahkan dengan benndungan, sedangkan diSumatera digunakan istilah halaqah.[14]
a. Metode wetonan (halaqah). Metode
yang di dalamnya terdapat seorang kiaiyang membaca suatu kitab dalam waktu
tertentu, sedangkan santrinyamembawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan
menyimak bacaan kiai.Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji
secara kolektif.
b. Metode serogan. Metode yang
santrinya cukup pandai men-sorog-kan(mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk
dibaca dihadapannya, kesalahandalam bacaannya itu langsung dibenari kiai.
Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.
Ciri-ciri
khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada
ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukuk Islam,
sistem yurisprudensi islam, Hadis, tafsir Al-Quran, teologi islam, tasawuf,
tarikh, dan retorika. Dan literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab
klasik yang disebut dengan istilah “kitab kuning”.[15]
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya
sebagai lembaga pendidikan islam yang terdapat, yaitu didalamnya didirikan
sekolah, baik formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren
mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalamrangka inovasi terhadap sistem
yang selama ini digunakan, yaitu:[16]
a. Mulai akrab dengan metodelogi modern.
b. Semakin berorientasi pada pendidikan
yang fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya.
c. Diversifikasi program dan kegiatan
makin terbuka dan ketergantungannya dengan kiai tidak absolute, dan sekaligus
dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran
agama maupun keterampilanyang diperlukan di lapangan kerja.
d. Dapat berfungsi sebagai pusat
pengembangan masyarakat.
Di pihak
lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur,sistem dan nilai.
Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kinitelah berubah menjadi
khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagaijawaban atas kritik-kritik
yang diberikan pada pesantren dalam arustransformasi ini, sehingga dalam sistem
dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya:[17]
a.
Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan
menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah
(sekolah);
b.
Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan
agama dan bahasa arab;
c.
Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk
melatih kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta
kesenian yang islami;
d.
Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai
tanda tamatdari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang
nilainya sama dengan ijazah negeri.
C. Madrasah
Madrasah adalah isim masdar dari kata darasa yang berarti
sekolah atau tempat untuk belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah
sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun sekolah
sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan
pada umumnya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang
merata di seluruh negara, baik pada negara-negara Islam, maupun negara lainnya
yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.[18]
Istilah madrasah pada masa klasik berbeda pada
masa sekarang. Pada masa klasik madrasah disamakan dengan Universitas, namun
pada masa sekarang adalah fenomena baru dari lembaga pendidikan Islam di
Indonesia yang kehadirannya pada awal abad ke-20. Lembaga pendidikan madrasah,
sejak tumbuhnya merupakan lembaga pendidikan yang mandiri, tanpa bantuan atau
bimbingan dari pemerintah kolonial belanda. Setelah Indonesia merdeka barulah
madrasah dan pesantren mulai mendapat perhatian dari pemerintah. Dalam hal ini
pembinaan dan tuntunan, wewenang diserahkan ke Departemen Agama.[19]
Kementrian Agama mengeluarkan Peraturan
Menteri Agama Nomor I tahun 1952. Menurut ketetapan ini yang di namakan
madrasah ialah tempat pendidikan yang telah diatur sebagai sekolah dan memuat
pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam islam menjadi pokok pelajaran.
Jadi
menurut saya dari beberapa pengertian di atas, dapat saya simpulkan bahwa
madrasah adalah wadah atau tempat yang diatur untuk belajar ilmu pengetahuan
agama islam yang paling utama dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya. Sebelum
Indonesia merdeka madrasah sebagai lembaga pendidikan islam merupakan lembaga
pendidikan yang mandiri, setelah Indonesia merdeka barulah mendapatkan
perhatian pemerintah. Dalam pengembangannya madrasah berada dalam naungan Departemen Agama.
Sebagian
ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui Perdana Menteri Bani
Saljuk yang bernama Nidzam al-Muluk, melalui Madrasah Nidzamiah yang didirikannya
pada tahun 1065 M.[20]
Selanjutnya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar
setelah Nizam al-Mulk adalah Shalah al-Din al-Ayyubi.[21]
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidaknya mempunyai empat
latar belakang, yaitu:[22]
a. Sebagai manifestasi dan realisasi
pembaharuan sistem pendidikan Islam
b. Usaha penyempurnaan terhadap sistem
pesantren ke arah suatu sistempendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya
untuk memperolehkesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah
kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah
c. Adanya sikap mental pada sementara
golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem
pendidikan mereka
d. Sebagai upaya untuk menjembatani
antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem
pendidikan modern dari hasilakulturasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor I tahun 1952. Jenjang
pendidikan madrasah tersusun sebagai berikut:[23]
a. Madrasah rendah atau sekarang lazim dikenal sebagai
Madrasah Ibtidaiyah, ialah madrasah yang memuat pendidikan dan ilmu pengetahuan
agama Islam yang menjadi pokok pelajarannya, lama pendidikan 6 tahun.
b. Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama (Madrasah Tsanawiyah)
ialah madrasah yang menerima murid-murid tamatan madrasah rendah atau sederajat
dengan itu, serta memberikan pendidikan dalam ilmu pengetahuan agama Islam
sebagai pokok pengajarannya, lama pendidikan 3 tahun.
c. Madrasah Lanjutan Atas (Madrasah Aliyah) ialah madrasah
yang menerima murid-murid tamatan madrasah lanjutan pertama atau yang sederajat
memberikan pendidikan dalam ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok
pengajarannya, lama belajar 3 tahun.
Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3
Menteri antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Hal ini dilatar
belakangi bahwa siswa-siswa madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga negara
Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga
lulusan madrasah, yang menghendaki melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah
umum dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.[24]
Adapun SKB 3
Menteri tersebut menetapkan:[25]
a.
Ijazah madrasah
dapat mempunyai nilai yang sama dengan nilai ijazah sekolah umum yang
setingkat.
b.
Lulusan
madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih atas.
c.
Siswa madrasah
dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Berdasarkan
uraian-uraian diatas dapat
saya simpulkan bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan yang menengahi anatara
pesantren dan pendidikan modern. Dan berdasarkan peraturan pemerintah, madrasah
terbagi menjadi 3 yaitu: Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah
Aliyah. Kemudian pembinaan dan pengembangan madrasah tetap dilaksanakan
semenjak munculnya istilah madrasah sampai lahirnya SKB 3 Menteri, di mana
madrasah dipersamakan atau disetarakan dengan sekolah umum, yang dalam hal ini
adalah sekolah negeri umum yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan yang sederajat. Dan demikian jelasnya bahwa pemerintah tetap memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia.
Adapun sarana
yang ada dimadrasah sama halnya dengan di pesantren hanya perbedaannya, jika di
PONPES ada pondok/asrama sebagai tempat tinggal, kiayi dan kitab-kitab
kuning/klasik sedangkan di madrasah tidak ada, dan dimadrasah sistem
pembelajarannya di kelas. Maka
diperlukan adanya fasilitas ruangan, seperti meja, kursi, papan tulis dan
lain-lain.
Adapun
struktur program kurikulum madrasah Aliyah tahun 1984, pendidikan agama terdiri
dari mata pelajaran:
- Qur’an Hadits
- Akidah Akhlak
- Fikih
- Sejarah dan Peradaban Islam
- Bahasa Arab, semua program ini di golongkan kepada program inti.
D.
Perguruan
Tinggi Agama Islam (PTAI)
a.
Sejarah PTAI
Sejarah Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia bermula pada awal tahun
1945 ketika Masyumi memutuskan untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) di
Jakarta. Pada april 1945 Masyumi menyelenggarakan pertemuan di Jakarta yang
dihadiri oleh organisasi-organisasi Islam, kalangan intelektual dan ulama serta
unsur pemerintah (shumubu). Tokoh-tokoh yang hadir yaitu KH. Abdul
Wahab, KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahid Hasyim, KH. Mas Mansur, K.H.A. halim, KH.
Imam Zarkasyi, Mr. Moh. Roem. Rapat tersebut berhasil mewujudkan rencana
mendirikan Sekolah Tinggi Islam dibawah pimpinan Moh. Hatta. STI dibuka secara
resmi pada tanggal 8 juli1945 di Jakarta.
Adapun tujuan didirikannya STI adalah untuk memberikan pelajaran dan
pendidikan tinggi tentang ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu kamasyarakatan,
agar menjadi penyiar dan memberikan pengaruh Islam di Indonesia.
Lama masa studi di lembaga ini direncanakan berlangsung selama 2 tahun
sampai mencapai gelar sarjana mudan, ditambah 2 tahun lagi untuk memperoleh
sarjana. Kurikulumnya mencontoh dari Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar
di kairo. karena ibukota pindah ke Yogyakarta maka STI juga ikut pndah. Pada
tanggal 10 april 1946 STI dibuka kembali di Yogyakarta dengan dihadiri Presidan
Soekarno dan Hatta. Rektornya pada saat itu adalah Kahar Muzakkir.
Pada tanggal 22 maret 1948 STI di ubah menjadi Universitas Islam
Indonesia (UII) dengan beberapa fakultas yaitu, Fakultas Agama, Hukum, Ekonomi
dan Pendidikan. Di yogyakarta saatt itu ada 2 Universitas yaitu UII dan UGM.
Pemerintah menawarkan kepada kelompok nasionalis untuk menegrikan UGM dan
diterima oleh pihak UGM. Tawaran yang sama kepada pengelola UII dapat diterima
dengan syarat harus berada dibawah
Kementrian Agama. Akibatnya hanya satu Fakultas saja yang dinegerikan yaitu
Fakultas Agama. Fakultas Agama UII yang kemudian dinegrikan menjadi Perguruan
Tinggi Islam Negeri (PTAIN) yang diatur dengan PP No. 34/1950 tanggal 14
agustus 1950 yang kemudian menjadi IAIN.
Dalm perkembangannya di Jakarta berdiri lembaga pendidikan tinggi agama
dengan nama Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA).
Pada tahun 1960 AIDA Jakarta dan PTAIN Yogyakarta disatukan menjadi Institut
Agama Islam Negeri (IAIN). IAIN bermula dengan 2 fakultas yaitu Ushuluddin dan
Syari’ah di Yogyakarta dan fakultas tarbiyah dan adab di Jakarta. Berdasarkan
SK MENAG No 49 tahun 1963 pada tanggal
25 februari 1963 mengenai pemisahan IAIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta dan IAIN
Syarif Hidayatullah di Jakarta.
Sampai saat ini IAIN terus berkembang dan menyebar ke berbagai daerah di
seluruh Indonesia sebanyak 14 IAIN dan 6 diantaraya berubah menjadi UIN
(Universitas Islam Negeri) yang didalamnya terdapat fakultas-fakultas umum
seperti Kedokteran, Ekonomi.
Dari beberapa uraian-uraian
diatasa dapat saya simpulakan bahwa STI pertamakali berdiri di Jikarta. Dan tujuan didirikannya adalah untuk memberikan pelajaran dan pendidikan tentang ilmu-ilmu agama Islam
dan ilmu-ilmu kamasyarakatan, agar menjadi penyiar dan memberikan pengaruh
Islam di Indonesia. Lamanya pendidikan adalah 2 tahun dan memperoleh
gelar Sarjana. Kurikulumnya mencontoh Fakultas
Ushuluddin Universitas Al-Azhar di kairo. Karena ibu kota sempat pindah ke
Yogyakarta maka STI juga ikut pindah dan di buka kembali pada tanggal 10 april
1946. Pada tanggal 22 maret 1998 STI diubah menjadi Universitas Islam Indonesia
(UII) beberapa fakultas yaitu, Fakultas Agama, Hukum,
Ekonomi dan Pendidikan. Dalam perkembangannya Fakultas Agama mendapat
tawaran dari Kementerian Agama untuk menjadi negeri. Dan Fakultas Agama UII yang kemudian dinegrikan menjadi Perguruan Tinggi
Islam Negeri (PTAIN) yang diatur dengan PP No. 34/1950 tanggal 14 agustus 1950
yang kemudian menjadi IAIN.
b. Macam-macam Perguruan
Tinggi
Agama Islam
a) Pendidikan Tinggi Islam
Mahmud Yunus mengemukakan bahwa di
Padang Sumatera Barat pada tanggal 9 Desember 1940 telah berdiri perguruan
tinggi Islam yang dipelopori oleh Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI).
Menurut Mahmud Yunus perguruan tinggi yang pertama di Sumatera Barat bahkan di
Indonesia. Tetapi, ketika Jepang masuk ke Sumatera Barat pada tahun 1941,
pendidikan tinggi ditutup sebab Jepang hanya mengizinkan di buka tingkat dasar
dan menengah.
Pendidikan
ini di buka dari dua fakultas, yaitu:[26]
- Fakultas Syari’ah (Agama)
- Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab
Untuk lebih meningkatkan efektivitas keluasan jangkauan maka
muncullah untuk mengubah menjadi univesitas. Dan kemudian menjadian menjadi
Universitas Islam Indonesia (UII) dengan membuka 4 fakultas, yaitu Agama,
Hukum, Pendidikan, Ekonomi.
Dalam perkembangan berikutnya fakultas agama UII ini
di negerikan, sehingga ia terpisah dari UII menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri)
b) Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
PTAIN yang berdiri diresmikan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950, baru beroperasi secara
praktis pada tahun 1951. Dimulailah perkuliahan perdana pada tahun tersebut
dengan jumlah siswa 67 orang dan 28 orang siswa persiapan dengan pimpinan
fakultasnya adalah KH. Adnan.
PTAIN ini mempunyai jurusan
Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah dengan lama belajar 4 tahun pada tinggkat
bakalaureat dan doktoral. Mata pelajaran agama didampingi mata pelajaran umum
terutama yang berkenaan dengan jurusan. Mahasiswa jurusan Tarbiyah diperlukan
pengetahuan umum mengenai ilmu pendidikan, dan begitu juga jurusan lainnya
diberikan pula pengetahuan umum yang sesuai dengan jurusannya.
c) Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
Dengan ditetapkannya peraturan
bersama Menteri Agama, Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan pada tahun 1951 No.
K/651 tanggal 20 Januari 1951 (Agama) dan No. 143/K tanggal 20 Januari 1951
(pendidikan), maka pendidikan agama dengan resmi di masukkan kesekolah-sekolah
negeri dan swasta. Berkenaan dengan itu, dan berkaitan dengan
peraturan-peraturan sebelumnya, maka departemen agama untuk kesuksesan
pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sehubungan dengan itu untuk merealisasikan
salah satu tugas tersebut pemerintah mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
dengan maksud dan tujuan guna mendidik dan mempesiapkan pegawai negeri akan
mencapai ijazah pendidikan semi akademi dan akademi untuk dijadikan ahli didik
agama pada sekolah-sekolah lanjutan, baik umum maupun kejuruan dan agama.
Lama belajar di ADIA 5 tahun yang
dibagi kepada 2 tingkatan, tingkatan semi akedemik belajar 3 tahun, sedangkan
tingkatan akademik lama bnelajarnya 2 tahun. Masing-masing tingkat terdiri dari
2 jurusan, yakni jurusan pendidikan agama dan jurusan sastra Arab.[27]
Syarat untuk diterima menjadi
mahasiswa ADIA adalah lulusan atau berijazah SGAA, PGAA, atau PHIN, mempunyai
masa kerja sekurang-kurangnya 2 tahun dan berumur tidak lebih dari 30 tahun.
d) Institut
Agama Islam Negeri (IAIN)
Setelah PTAIN berusaha kurang
lebih 9 tahun, maka lembaga pendidikan tinggi di maksud telah mengalami
perkembangan. Dengan perkembangan tersebut dirasakan bahwa tidak mampu
menampung keluasan cakupan ilmu-ilmu keislaman tersebut kalau hanya berada di
bawah satuan payung fakultas saja. Berkenaan dengan itu timbullah ide-ide,
gagasan-gagasan untuk mengembangkan cakupan PTAIN kepada yang lebih luas.
Untuk menciptakan IAIN memerlukan
proses yang cukup serius, ringkasnya penggabungan dua lembaga yang pada mulanya
berdiri masing-masing PTAIN dan ADIA , berdasarkan pasal 2 peraturan Perisiden
No. 11 Tahun 1960 tersebut Mentari agama mengeluarkan sebuah ketetapan Menteri
Agama No. 43 Tahun 1960 tentang penyelenggaraan Institut Agama Islam Negeri dan
sebagai pelaksanaannya di keluarkanlah Peraturan Menteri Agama No. 8 tahun 1961
tentang pelaksanaan penyelenggaraan IAIN.
Beberapa pasal dari ketetapan
Mentri Agama No. 43 tahun 1960 Peraturan Menteri Agama No. 15 tahun 1961 dapat
di kemukakan sebagai berikut:
IAIN “Al-Jami’ah” ini teridiri dari:
1.
Fakultas Ushuluddin yang mempunyai
4 jurusan
v Dakwah
v Tasawuf
v Filsafat
v Perbandingan
Agama
2.
Fakultas syari’ah mempunyai 3
jurusan
v Tafsir/Hadits
v Fikih
v Qasdha
3.
Fakultas Tarbiyah terdiri dari 8
jurusan
v Pendidikan
Agama
v Paedagogis
v Bahasa
Indonesia
v Bahasa
Inggris
v Bahasa
Arab
v Khusus
(imam tentara)
v Etnologi
dan Sosiologi
v Hukum dan
Ekonomi
4.
Fakultas Adab, yang mempunyai 4
jurusan
v Sastra
Arab
v Sastra
Weda
v Sastra
Pesia
v Sejarah
Kebudayaan Islam
IAIN Al-Jami’ah diresmikan
berdirinya pada tanggal 2 Rabiul Awal tahun 1380 H. Dalam perkembangan
berikutnya IAIN Sunan KaliJaga Yogyakarta berkembang menjadi 16 fakultas yang
tersebar di beberapa tempat seperti Banjarmasin, Palembang, Surabaya, Serang,
Banda Aceh, Jambi, Padang. Perkembangan fakultas agama di beberapa daerah merupakan
realisasi ketatapan MPRS tanggal 3 Desember. 1960 No. 11/MPRS/1960 tentang
garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana.
e) Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
IAIN-IAIN pada awalnya cabang dari
Yogyakarta atau Jakarta menjadi IAIN yang berdiri sendiri. Demikianlah hingga
tahu 1973 IAIN tercatat 14 di seluruh Indonesia. IAIN yang berdiri sendiri itu,
berdasarkan kebutuhan berbagai daerah membuka cabang pula di luar IAIN induknya
sehingga IAIN menjadi berkembang di berbagai daerah, dalam perkembangan itu
muncullah duplikasi fakultas.
Untuk menyahuti jiwa dan
peraturan, yakni untuk menghindari terjadinya duplikasi tersebut serta untuk
menjadikan fakultas-fakultas tersebut mandiri dan lebih dapat mengembangkan
diri tidak terikat kepada peraturan yang mengengkang oleh IAIN induknya maka,
maka fakultas-fakultas tersebut dilepasskan dari IAIN induknya masing-masing
yang secara administrasi tidak lagi memiliki ikatan dengan IAIN induknya
masing-masing.
Setelah dipisahkan itu bernamalah
lembaga ini menjadi STAIN. Yang dulunya bernama Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera
Utara Padangsidimpuan, berubah menjadi STAIN Padangsidimpuan, demikian
seterusnya.
Beda IAIN dengan STAIN adalah.
Jika Institut menyelenggarakan program akademik dan/atau profesional dalam
sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian yang sejenis.
Sedangkan sekolah tinggi menyelenggarakan program pendidikan akademik
dan/profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu.
f) Universitas
Islam Negeri
Beberapa tahun belakangan ini ada
pikiran yang ingin mengembangkan IAIN menjadi Universitas. Rintisan
kearah itu telah mulai di laksanakan. Perubahan tersebut tidak begitu sulit
selama pihak berwenang setuju. Ada beberapa modal dasar yang dimiliki IAIN yang
menjadikan landasannya bagi pengembangannya.
Ø Landasan
filosofis dan konstitusional
Ø Sosiologis
Ø Edukatif
Dasar pemikiran yang paling penting tentang
pembukaan IAIN ke UIN itu adalah:
Ø Integrasi
antara bidang ilmu agama dengan bidang ilmu umum sehingga kedua ilmu itu menjadi
menyatu.
Ø Berobahnya
Madrasah sebagai sekolah yang berci khas agama Islam, sehingga tamatan Madrasah
Aliyah lebih dipersiapkan untuk memasuki universitas madrasah di ajarkan
ilmu-ilmu yang sama dengan apa yang di ajarkan di sekolah.
Ø Alumni UIN
lebih terbuka kesempatan untuk mobilitas vertikal ketimbang alumni IAIN dan
lebih beragam lapangan kerja yang bisa dimasuki mereka.
g) Perguruan
Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)
UII setelah dinegerikan menjadi
PTAIN tahun 1950, kemudian PTAIN digabungkan dengan ADIA menjadi IAIN, dan dari
IAIN dari fakultas-fakultas daerahnya menjadi STAIN, fakultas yang non agama
UII (ekonomi, hukum, dan pendidikan) tetap menjadi fakultas swasta. Fakultas
swasta menjadi berkembang dan sekarang ditambah dengan fakultas-fakultas lain.
Universitas Islam yang semacam ini
sudah tersebar luas di Indonesia, ada yang di asuh oleh
organisasi-organisasi Islam dan ada pula yang brbentuk yayasan yang tidak
bernaung dalam satu organisasi Islam, seperti UISU (Universitas Islam Sumatera
Utara).
Universitas-universitas Islam yang
di bawah langsung organisasi Islam, tercatat misalnya Universitas Muhammadiyah,
Universitas Nahdatul Ulama dll, universitas yang diasuh oleh organisasi maupun
independen, fakultas keagamaan ini dibawah pengawasan Koordinator Perguruan
Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) pada wilayah setempat.
Untuk menetapkan ciri keislaman
pada universitas-universitas Islam Swasta tersebut pendidikan agama Islam pada
fakultas non-keagamaan tidak hanya terbatas di beri 2 SKS saja seperti yang
dilaksanakan di universitas-universitas negeri. Di universitas agama Islam
swasta diberikan pendidikan agama Islam yang bervariasi di atas 2 SKS, sebagai
contohnya Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan diberikan Pendidikan
Agama Islam di setiap semesternya.
E. Majelis Taklim
Menurut akar katanya, istilah
majelis taklim terdiri dari dua kata: majelis yang berarti tempat dan taklim
berarti pengajaran. Majelis taklim adalah suatu lembaga pendidikan diniyah non
formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan
akhlak mulia bagi jamaahnya.
Majelis Taklim adalah lembaga pendidikan islam non formal merupakan salah
satu wadah tempat berlangsungnya proses penyampaian dan peralihan ajaran-ajaran
Islam. Tujuan majelis taklim adalah untuk membina dan mengembangkan hubungan
yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah, antara manusia dengan
sesamanya, antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka membina masyarakat
yang bertakwa kepada Allah Swt.[28] Dan
berfungsi sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya santai,
sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi missal yang dapat menghidup suburkan
dakwah dan ukhuwah Islamiyah.
Dalam prakteknya majelis taklim
merupakan tempat pengajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel
dan tidak terkait dengan waktu. Majlis taklim bersifat terbuka terhadap segala
usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis klamin. Waktu penyelenggaraannya
pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam. Tempat penyelenggaraanya
pun bisa dilakukan dirumah, masjid, gedung, dan halaman.
Eksistensi majelis taklim beserta perangkatnya sebagai lembaga pendidikan
dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan telah tumbuh dan berkembang bersama
warga masyarakatnya sejak berabad-abad. Oleh karena itu secara kultural lembaga
ini bisa diterima, tetapi juga ikut serta membentuk dan memberikan corak serta
nilai kehidupan kepada masyarakat yang senantiasa tumbuh dab berkembang. Figur
kyai, jama’ah serta seluruh perangkat fisik yang menandai sebuah majelis taklim
senantiasa dikelilingi oleh sebuah kultur yang bersifat keagamaan.
Dari uraian diatas dapat saya
pahami bahwa majelis taklim adalah suatu lembaga non formal yang mengajarkan
dan menyampaikan ajaran-ajaran atau pengetahuan tentang agama Islam. Tujuan
dari majelis taklim yang pertama untuk meningkatkan iman dan bertakwa kepada
Allah SWT. Yang kedua untuk membina akhlak yang mulia dan menjaga huungan antar
sesame muslim dan lingkungan sekitar. Kemudian majelis taklim sebagai suatu
lembaga pendidikan dan dakwah adalah suatu lembaga yang tidak terikat waktu dan
tempat karena waktu dan tempat itu sendiri tidak tetap atau dapat beruah sesuai
dengan kesepakan masyarakatnya. Dan majlis taklim ini boleh diikuti oleh
seluruh umat islam. Didalam suatu majlis terdiri atas seorang kiayi dan para
jama’ah.
III.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat saya simpulkan bahwa suatu pendidikan tidak akan lepas dari
lembaga-lembaga yang menaunginya, oleh karena itu pendidikan islam khususnya
pada masa tradisional sudah menunjukan adanya lembaga-lembaga tersebut di
antaranya yaitu: masjid dan surau, pesantren, dan madrasah.
Masjid
merupakan salah satu lembaga pendidikan islam pada masa tradisional, hal ini
tercermin dalam kegiatan-kegiatan yang di selenggarakan di masjid dan surau,
salah satunya adalah pembelajaran yang di selenggarakan di surau adalah
pendidikan tingkat dasar yang biasa di sebut sebagai pengajian al qur’an.
Sedangkan masjid merupakan tempat pendidikan tingkat lanjutan yang di sebut dengan
pengajian kitan.
Di samping
masjid dan surau lembaga pendidikan islam selanjutnya adalah pesantren,
pesantren merupakan lembaga tertua di Indonesia sebagai lembaga pendidikan.
Biasanya pesantren itu sebuah komplek yang terpisah dari komplek atau perumahan
di sekitarnya. Dalam pesantren terdapat komponen-komponen yang mendukung
terjadinya proses belajar mengajar antara lain yaitu: pertama, kyai (pengasuh
pesantren) bisa juga di sebut sebagai orang yang di tuakan dan di hormati
karena ilmu agamanya. Kedua, santri atau dapat kita sebut dalam zaman sekarang
yaitu siswa, santri di sini ada yang bertempat di pondok (santri mukim), dan
ada juga santri yang berasal dari tempat yang dekat dari daerah itu atau di
sebut juga santri kalong. Ketiga, pondok merupakan tempat untuk para santri bermukim
bagi yang daerah asalnya jauh dari pesantren. Keempat masjid merupakan tempat
para santri beribadah ataupun belajar tentang agama. Kelima, kitab kitab klasik
yaitu unsure mutlak dari proses belajar mengajar di dalam dunia pesantren,
biasanya kitab kuning ini berbahasa arab,jawa, melayu dan lain lain, tidak
bersakal dan identik dengan kertas yang berwarna kuning. Hal inilah yang
mungkin melatarbelakangi sebutan kitab kuning.
Lembaga
yang selanjutnya adalah madrasah, pada masa dahulu dan sekarang istilah
madrasah itu berbeda. Pada masa dahulu madrasah hampir di samakan dengan
universitas berbeda dengan sekarang yang menyebut madrasah itu dalah fenomena
baru lembaga pendidikan islam. Pada masa sekarang madarasah itu mempunyai
tingkatan-tingkatan yang terorganisir yaitu: madrasah rendah (ibtida’iyah),
madrasah tingkat pertama (tsanawiyah), madrasah atas (aliyah).
Selanjutnya
lembaga pendidikan di Isalam adalah perguruan tingigi islam (PTAI) yaitu
lembaga pendidikan islam lanjutan yang tingkat tinggi setalah setelah jenjang
madrasah. Sebenarnya dari awal kemerdekaan Indonesia sudah terdapat perguruan
tinggi seperti sekolah tinggi islam (STI) kemudian berkembang menjadai UII yang
merupakan perguruan tinggi yang di miliki oleh uat islam di Indonesia yang
akhirnya di negrikan pada tahun 1950. Dan sampai sekarang benyak berkembang
perguruan tinggi islam seperti IAIN,STAIN, UIN dan lain lain.
Lembaga
pendidikan islam Yang terakhir yaitu majlis ta’lim yaitu merupakan lembaga
pendidikan islam non formal. Majlis ta’lim merupakan taman rohani bagi umat
muslim dan untuk menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah islamiyah. Biasanya
dalam majlis ta’lim selalu ada dua komponen yaitu kyai dan jamaah, kyai
merupakan sumber pemberi penjelasan tentang seputar agama, sedangkan jamaah
merupakan sekelompok orang yang menerima penjelasan tentang agama yang
disampaikan oleh seorang kyai.
Daftar Pustaka
Niswah,
Choirun. sejarah pendidikan islam. Palembang: rafah press. 2010
Mujib,
Abdul. .Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Penada Media. 2006
Ramayulis.
Ilmu Pendidikan Islam. Cet. ke-9. Jakarta: Kalam Mulia. 2011
Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. ke-6. Jakarta: PT.Hidakarya Agung.
1990
Abdul
dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2.Jakarta: Kencana.
2008
Nata,
Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2010
Salahudin,
Anas. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. 2011
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan
Islam Dalam Perspektif Islam. Cet. K-10.Bandung: Rosda. 2010
[2] Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana,
2008), Cet ke 2,hal. 231
[3] Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010). hal. 102.
[5] Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.Cit. hal. 231
[12] Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda,
2010), Cet ke10. hlm. 191
[13] Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 235
[15] Ibid
[17] Ibid
[18] Abuddin
Nata, Op. Cit., hlm. 199
[19] Choirun
Niswah, Op.Cit, hal. 215
[20] Ibid
[21] Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 241
[22] Ibid
[23] Choirun Niswah,
Op.Cit, hal. 216
[24] Ibid.
217
[25] Ibid
[26]
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Hidayakarya, 1979), Hlm. 121
[28] Choirun Niswah,
Op.Cit, hal. 221-222
terimakasih yaa referensinya sangat membantu :)
BalasHapussama-sama
Hapus