Minggu, 13 April 2014

MODEL PEMBELAJARAN TEACHER CENTER dan STUDENT CENTER


A.    PENDAHULUAN
Perkembangan arah pengajaran di Indonesia yang benuasa kompetitif dan menghargai poses belajar yang berdampak pada penguasaan kompetensi serta berbagai kebijakan pendidikan yang dilakukan juga sering berawal dari langah-langkah yang telah dilakukan oleh Negara lain. Model dan pola pendidikan yang serba diseragamkan, mulai bergeser menuju paradigma desentralisasi. Demikian juga dengan pendekantan pembelajaran yang selama ini lebih bersifat normative, lebih mengutamakan aspek kognitif secara afektif dan psikomotorik, perlahan-perlahan mulai ditata secara utuh melalui pola pembelajaran yang bernuansa pembelajaran aktif yang lebih memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Dari sinilah kemudian berkembang konsep pembelajaran yang lebih berorientasi pada kebutuhan siswa dan tidak lagi berorientasi pada guru semata. Nuansa dialogis dalam proses pembelajaran semakin dikembangkan untuk membentuk karakter siswa yang berani, jujur, bertanggung jawab dan mampu beragumentasi secara ilmiah. Uraian di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran pada perguruan tinggi, terus mengalami perubahan. Salah satu bentuk perubahan yang dimaksud adalah perubahan dari bentuk Teacher Centered Learning (TCL) ke Teacher Centered Learning (SCL).
Oleh sebab itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai pola pembelajaran teacher center dan student center. Dan akan kami jelaskan juga mengenai sistem yang dapat digunakan  dalam kedua metode ini dan akan kami bahas juga mengenai kelebihan dan kekurangannya dalam kedua metode ini.


A.     PENGERTIAN POLA PEMBELAJARAN TEACHER CENTER dan STUDENT CENTER
a.       Pengertian Pola Pembelajaran
Pola adalah bentuk atau model yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola.[1]
Menurut  (Meyer, W.J., 1935:2) Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.
Menurut  (Joyce, 1992:4)  Model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain.
Menurut (Soekanto, dkk (dalam Nurulwati, 2000:10) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengoraganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar - mengajar.
Jadi model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang sistematis sebagai perancang bagi para pengajar untuk mencapai tujuan belajar.

b.      Pengertian Teacher Center dan Student Center
1.      Pengertian Teacher Center
Pada sistem pembelajaran model Teacher Centered Learning, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan.[2]
Pendekatan teacher center dimana proses pembelajaran lebih berpusat pada guru hanya akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa hanya memiliki pengalaman mendengar paparan saja. Out put yang dihasilkan oleh pendekatan belajar seperti ini tidak lebih hanya menghasilkan siswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut berpendapat, tidak berani mencoba yang akhirnya cenderung menjadi pelajara yang pasif dan miskin kreativitas.[3]
Sejauh ini model-model pembelajaran yang bersifat teacher centered terlihat pada model pembelajaran, model komando atau banking learning concept. Pola pembelajaran model komando atau gaya bank ini banyak diterapkan sekitar tahun 1960-an yang mengembangkan perinsip distribusi keputusan harus dilakukan secara hierarkis dari atas ke bawah atau dari guru ke siswa.[4]
Jadi dari paparan di atas dapat kami simpulkan bahwa pengertian teacher center adalah proses pembelajaran yang berpuasat pada guru artinya guru sangat menentukan proses pembelajaran karena guru menjadi satu-satunya sumber ilmu. Jadi model pembelajran ini membuat siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran.
2.      Pengertian Student Center
Pengertian student centered Learning  (SCL) adalah  proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif, berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk belajar. Aktifitas siswa menjadi penting ditekankan karena belajar itu pada hakikatnya adalah proses yang aktif dimana siswa menggunakan pikirannya untuk membangun pemahaman (construcivism approach).[5]
Proses pembelajaran yang berpusat pada siswa atau peserta didik, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat memecahkan masalahnya sendiri (Karsen, 2008).
B.     MODEL PEMBELAJARAN TEACHER CENTER dan STUDENT CENTER
a)      Teacher Center
1.      Model Komando atau Banking Learning Concept
Sejauh ini model-model pembelajaran yang bersifat teacher center terlihat pada model pembelajaran model komando atau banking learning concept. Pembelajaran model ini selalu betolak belakang antara posisi guru dan peserta didik, yakni jika guru ceramah siswa mendengarkan dengan tekun, guru bertanya siswa menjawab, guru mengerti siswa tidak tahu apa-apa, guru mendiktekan teks siswa mencatat, guru pandai siswa bodoh, guru sebagai subjek siswa sebagai objek, guru membuat program belajar siswa menerima program, dan seterusnya. Model komando ini diterapkan sekitar tahun 1960-an. Dalam proses pembelajaran model komando, biasanya guru mempersiapkan bahan untuk diterapkan pada siswa. Jadi model komando tidak melibatkan siswa dalam bentuk menyepakati kontrk belajar.[6]

2.      INDEPENDENT / INDIVIDUAL
Independent atau Individual adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas individual peserta didik. Pada saat ini, pembelajaran individu tidak menjamin pembelajaran organisasi, tetapi pembelajaran organisasi tidak akan terjadi tanpa pembelajaran individu (Garvin, 2000; Kim, 1993).
Tujuan individual learning bagi para peserta didik adalah agar mereka secara mandiri dapat mengatur tujuan pembelajaran jangka pendek dan jangka panjang yang ingin dicapai, melacak kemajuan dan prestasi selama waktu periode tertentu. Manfaat sistem pembelajaran Independent ini mampu memenuhi kepentingan peserta didik secara individual.
Mercer (1989) menyatakan bahwa terdapat empat langkah penting dalam pelaksanaan individual learning , yaitu:
1.      Mengidentifikasikan ketrampilan yang ditargetkan melalui assessment.
2.      Menentukan kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mungkin dapat memudahkan (memfasilitasi) pembelajaran.
3.      Merencanakan pembelajaran.
4.      Memulai pembelajaran yang mengatur data harian.
5.      Menentukan bagian dari proses belajar dinegosiasikan oleh peserta didik dan fasilitator atau dosen.

3.      COOPERATIVE
Cooperative learning merupakan suatu aktivitas pembelajaran dengan penekanan pada pemberdayaan peserta didik untuk saling belajar melalui pembentukan kelompok-kelompok sehingga mereka dapat bekerja sama dalam memaksimalkan proses pembelajaran diri sendiri ataupun peserta didik lainnya secara lebih efektif. Cooperative learning mempunyai tujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki kemampuan berfikir secara global, meningkatkan hubungan antarkelompok, dan meningkatkan gairah belajar. Manfaat yang diperoleh dalam pembelajaran cooperative learning adalah peningkatan rasa kepercayaan diri, peningkatan rasa menghargai keberadaan orang lain, peningkatan rasa untuk saling memberikan dan menerima pengetahuan diantara peserta, dan peningkatan kesadaran perlunya kemampuan dalam bekerjasama (Team work).
Prinsip pembelajaran cooperative adalah terjadi komunikasi antar peserta didik, tanggung jawab terhadap hak dan kewajibannya, saling menghargai antar peserta didik, dan setiap peserta mempunyai peran yang sama dalam menyelesaikan masalah.
Di dalam metode cooperative learning bisa digunakan metode diskusi. Karena diskusi adalah proses pengajaran melalui interaksi dalam kelompok. Setiap anggota kelompok saling bertukar ide tentang suatu isu dengan tujuan untuk memecahkan suatu masalah, menjawab suatu pertanyaan, menambah pengetahuan atau pemahaman, atau membuat suatu keputusan. Apabila diskusi melibatkan seluruh anggota kelas, maka pengajaran dapat terjadi secara langsung dan bersifat student centered (berpusat pada siswa). Dikatakan pengajaran langsung, oleh sebab guru menentukan tujuan yang harus dicapai melalui diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan keberhasilan pengajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa oleh sebab sebagian besar input pengajaran berasal dari siswa, mereka secara aktif akan meningkatkan belajar mereka, serta mereka dapat menentukan hasil diskusi mereka.[7]

4.      COLLABORATIVE
Collaborative learning pada dasarnya merupakan pembelajaran yang berdasarkan pengalaman peserta didik sebelumnya (prior knowledge) dan dilakukan secara berkelompok. Collaborative learning dilakukan dalam kelompok, seperti halnya pada pembelajaran kooperatif dan kompetitif, tetapi tidak diarahkan untuk berkompetisi dan tidak diarahkan hanya pada satu kesepakatan tertentu.
Collaborative learning mempunyai tujuan untuk memperluas perspektif atau wacana peserta didik, mengelola perbedaan dan konflik karena proses berpikir divergen, membangun kerjasama, toleransi, belajar menghargai pendapat orang lain, dan belajar mengemukakan pendapat. Manfaat yang diperoleh dalam pembelajaran colaborative learning adalah mengembangkan daya nalar berdasarkan pengetahuan/ pengalaman yang dimiliki dan sharing pengetahuan/pengalaman dari teman kelompoknya, memupuk rasa tenggang rasa, empati, simpati dan menghargai pendapat orang lain, menambah pengetahuan secara kolektif, dan mendapatkan tambahan pengetahuan untuk dirinya sendiri.

5.      ACTIVE
            Active learning mengacu pada teknik di mana peserta didik melakukan lebih banyak aktivitas dan bukan hanya mendengarkan fasilitator. Peserta didik melakukan beberapa hal termasuk menemukan, mengolah, dan menerapkan informasi. Active learning bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristika pribadi yang mereka miliki. Di samping itu active learning juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian peserta didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Manfaat active learning adalah untuk memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran baik dalam bentuk interaksi antar peserta didik maupun peserta didik dengan pengajar.

Prosedur pelaksanaan active learning adalah :
a. Penentuan kebutuhan untuk pembelajaran dan peserta didik
b. Menyusun hasil pembelajaran (secara umum)
c. Menetapkan tujuan pembelajaran
d. Merancang aktifitas pembelajaran
e. Rangkaian aktifitas pembelajaran
f. Mengawali rencana secara terperinci
g. Meninjau kembali rancangan secara rinci
h. Mengevaluasi hasil keseluruhan.

6.      SELF DIRECTED
            Self-directed learning (SDL) adalah cara pembelajaran di mana peserta didik mengambil inisiatif dan tanggung jawab tentang pembelajaran. Dalam SDL peserta didik sendiri yang menentukan bahan ajar, mengelola dan menilai proses pembelajaran dan hasilnya. SDL dapat dilaksanakan kapan saja dan di mana saja, memakai cara pembelajaran yang bebas dipilih sendiri.
Tujuan dari pembelajaran dengan cara SDL ialah untuk pengembangan tanggung jawab dan kemandirian peserta didik dalam proses pembelajaran dan dalam menentukan materi pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan. Metode SDL akan bermanfaat menghasilkan kompetensi yang lebih baik, dan karena peserta didik sendiri yang menentukan kompetensi yang diinginkan maka kompetensi yang diperoleh juga lebih berguna bagi peserta didik.
Bentuk kegiatannya ialah setiap peserta didik harus mempunyai logbook yang dipakai untuk mengatur pembelajarannya. Peserta didik mempelajari dan mengetahui berbagai tugas, hak, kewajiban mereka serta berbagai pengetahuan dasar yang perlu dimilikinya. Institusi memberi peluang kepada peserta didik untuk melakukan pengaturan belajar mandiri (self-regulated learning) yang meliputi: membuat rencana pembelajaran, monitoring setiap kegiatan belajar dan melakukan evaluasi belajar secara tertulis dalam logbook.

7.      RESEARCH BASED
            Research-based learning (RBL) adalah merupakan salah satu metode (SCL) yang mengintegrasikan penelitian di dalam proses pembelajaran. RBL memberi peluang/kesempatan kepada peserta didik untuk mencari informasi, menyusun hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan atas data yang sudah tersusun; dalam aktivitas ini berlaku pembelajaran dengan pendekatan “learning by doing”. (Jones, Rasmussen, & Moffitt, 1997; Thomas, Mergendoller, & Michaelson,1999, Thomas, 2000).
            RBL bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran yang mengarah pada aktivitas analisis, sintesis, dan evaluasi serta meningkatkan kemampuan peserta didik dan dosen dalam hal asimilasi dan aplikasi pengetahuan. Dengan RBL maka peserta didik dapat memperoleh berbagai manfaat dalam konteks pengembangan metakognisi dan pencapaian kompetensi yang dapat dipetik selama menjalani proses pembelajaran
 
8.      CASE BASED
            Case-based learning (CBL) adalah pembelajaran berbasis kasus. Peserta didik disediakan kasus yang merupakan simulasi bagi mereka untuk melatih diri sebagai profesional yang sesungguhnya. CBL bertujuan untuk (a) melatih mahasiswa belajar secara kontekstual, (b) mengintegrasikan prior knowledge dengan permasalahan yang ada di dalam kasus dalam rangka belajar untuk mengambil keputusan secara professional, dan (c) mengenalkan tatacara pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang tepat atau rasional (evidence-based). CBL bermanfaat agar (a) dosen menyiapkan dan menyediakan pokok bahasan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sebagaimana tertera di dalam rencana program kegiatan pembelajaran semester (RPKPS), (b) bersama-sama peserta didik membahas kasus yang disajikan. Peserta didik terlatih dan kemudian terbiasa untuk berpikir secara kritis ketika mengaktifkan dan menggunakan prior knowledge mereka yang dirangsang oleh kasus yang sedang dibahas bersama.

9.      PROBLEM BASED LEARNING DENGAN METODE SEVEN JUMPS
            Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu metoda pembelajaran di mana peserta didik sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student-centered. PBL bertujuan mengembangkan. knowledge  (materi dasar dan komunitas selalu dalam konteks), skills hard-soft-life skills ( berpikir secara ilmiah), critical appraisal (terampil dalam mencari informasi, terampil dalam belajar secara aktif & mandiri, dan belajar sepanjang hayat), attitudes (nilai kerjasama, etika, ketrampilan antarpersonal, menghargai nilai psikososial). PBL bermanfaat untuk peserta didik memiliki kecakapan dan sikap yang positif, antara lain: kerjasama dalam kelompok, kerjasama
antarpeserta didik di luar diskusi kelompok, memimpin kelompok, mendengarkan pendapat kawan, mencatat hal-hal yang didiskusikan, menghargai pendapat/pandangan kawan, bersikap kritis terhadap literatur, belajar secara mandiri, mampu menggunakan sumber belajar secara efektif, dan ketrampilan presentasi. Secara keseluruhan, kecakapan dan sikap tadi merupakan modal utama dalam pembentukan lifelong learner.
            Seven Jumps (7 langkah) pada PBL :
    L1: Menjelaskan istilah dan konsep
    L2: Menetapkan kata kunci dan masalah
    L3: Menganalisis masalah
    L4: Menghubungkan atau menarik kesimpulan
    L5: Merumuskan tujuan/sasaran pembelajaran
    L6: Mengumpulkan informasi
    L7: Mensintesis dan menguji informasi baru


C.    PERBEDAAN SCL dan TCL.

.
STUDENT CENTER LEARNING (SCL)
TEACHER CENTER LEARNING (TCL)
Berfokus pada Mahasiswa
Berfokus pada Dosen
Two Way Traffic
One Way Traffic
Dosen sebagai fasilitator dan mitra pembelajaran
Dosen sebagai sumber ilmu utama
Mahasiswa bertanggung jawab atas pembelajarannya dan menciptakan kemitraan antara mahasiswa dan dosen
Mahasiswa diberi kuliah oleh dosen



D.    KELEBIHAN dan KEKURANGAN TCL dan SCL.
         Kelebihan TCL :
1)      Sejumlah besar informasi dapat diberikan dalam waktu singkat
2)      Informasi dapat diberikan ke sejumlah besar siswa
3)      Pengajar mengendalikan sepenuhnya organisasi, bahan ajar, dan irama pembelajaran
4)      Merupakan mimbar utama bagi pengajar dengan kualifikasi pakar
5)      Bila kuliah diberikan dengan baik, menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi siswa
6)      Metode assessment cepat dan mudah

Kekurangan TCL :
1)      Pengajar mengendalikan pengetahuan sepenuhnya, tidak ada partisipasi dari pembelajar
2)      Terjadi komunikasi satu arah, tidak merangsang siswa untuk mengemukakan pendapatnya
3)      Tidak kondusif terjadinya critical thinking
4)      Mendorong pembelajaran pasif
5)      Suasana tidak optimal untuk pembelajaran secara aktif dan mandiri

Kelebihan  STUDENT CENTER
Model pembelajaran student center, pada saat ini diusulkan menjadi model pembelajaran yang sebaiknya digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu:[8]
1)      Siswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi;
2)      Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran;
3)      Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara mahasiswa;
4)      Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh dosen.

5)      Mengaktifkan siswa
6)      Mendorong siswa menguasai pengetahuan
7)      Mengenalkan hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata
8)      Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis
9)      Mengenalkan berbagai macam gaya belajar
10)  Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang pembelajar
11)  Memberi kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment

        Kekurangan SCL :
1)      Sulit diimplementasikan pada kelas besar
2)      Memerlukan waktu lebih banyak
3)      Tidak efektif untuk semua jenis kurikulum
4)      Tidak cocok untuk mahasiswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis
Kesimpulan

Menurut kami Teacher Center adalah proses belajar mengajar yang berpusat pada guru atau dosen. Sistem pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL), yang ternyata membuat mahasiswa pasif karena hanya mendengarkan kuliah sehingga kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Pada sistem pembelajaran model TCL, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya.
Pengertian student centered Learning  (SCL) adalah  proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. yang diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif, berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk belajar. Pada sistem pembelajaran model SCL ini bisa dilakukan dengan metode diskusi. Karena dalam metode diskusi siswa dituntut untuk aktif dalam belajar.
         Kelebihan TCL :
1.      Sejumlah besar informasi dapat diberikan dalam waktu singkat
2.      Pengajar mengendalikan sepenuhnya organisasi, bahan ajar, dan irama pembelajaran
3.      Bila kuliah diberikan dengan baik, menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi mahasiswa
4.      Metode assessment cepat dan mudah

Kekurangan TCL :
1.      Pengajar mengendalikan pengetahuan sepenuhnya, tidak ada partisipasi dari pembelajar
2.      Terjadi komunikasi satu arah, tidak merangsang mahasiswa untuk mengemukakan pendapatnya
3.      Tidak kondusif terjadinya critical thinking
4.      Mendorong pembelajaran pasif
5.      Suasana tidak optimal untuk pembelajaran secara aktif dan mandiri
Kelebihan  SCL :
1.      Mengaktifkan mahasiswa
2.      Mendorong mahasiswa mengasai pengetahuan
3.      Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis
4.      Mengenalkan berbagai macam gaya belajar
5.      Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang pembelajar
6.      Memberi kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment

        Kekurangan SCL :
1.      Sulit diimplementasikan pada kelas besar
2.      Memerlukan waktu lebih banyak
3.      Tidak efektif untuk semua jenis kurikulum
4.      Tidak cocok untuk mahasiswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis





DAFTAR PUSTAKA


Priyatmojo, Achmadi dkk. 2010.  Buku Panduan Pelaksanaan Student Centered Learning (Scl) Dan Student Teacher Aesthethic Role-Sharing (Star).
Harto, kasinyo. 2012. Active learning dalam pembelajaran agama islam. yogyakarta: Pustaka Felicha.
Harto, kasinyo. 2012. Desain Pembelajaran Agama Islam untuk Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kasinyo Hartato dan  Abduramansyah. 2009. Metodologi Pembelajaran Berbasis Active Learni. Palembang:Grafika Telindo.
Sudjana, D. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung:Falah Production.
Tim pengembangan ilmu pendidikan FiP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jakarta:IMTIMA.



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Pola
[2] D. Sudjana, Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung:Falah Production, 2005), hal. 39.
[3] Kasinyo Hartato dan  Abduramansyah, Metodologi Pembelajaran Berbasis Active Learnin, (Palembang:Grafika Telindo, 2009). hal. 151-152
[4] Kasinyo Harto, Active Learning dalam Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta:Pustaka Felicha, 2012), hal. 130
[5] Kasinya harto, Desain Pembelajaran Agama Islam untuk Sekolah dan Madrasah, (jakarta:PT rajaGrafindo Persada, 2012), hal. 75
[6] Kasinyo Hartato dan  Abduramansyah, Op,Cit,. hal. 152-153
[7] Tim pengembangan ilmu pendidikan FiP-UPI, ilmu dan aplikasi pendidikan, (jakarta:IMTIMA, 2007). hal. 173
[8] D. Sudjana, Op.,Cit,. hal. 38.

5 komentar:

  1. kesimpulan kok di ulang-ulang..
    idealnya kesimpulan adalah menjawab pertanyaan yang muncul di awal bab.
    kaLo gak ada pertanyaan rasanya kesimpulan gak perlu ada..
    mungkin lebih baik langsung ke Saran dari pada kesimpuLan..
    MisaLkan menyarankan metode Campur atau metode Hybrid TCL dan SCL ??
    Hybrid secara Waktu makro atau Hybrid di proses mikronya.. dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebelumnya terimakasih masukannya.
      inikan makalah,,jadi sudah ketentuannya harus ada kesimpulannya.
      dan berhubung saya pemakalahnya, saya harus mempertahankan TCL dan SCL dalam mempresentasikannya

      Hapus
    2. Ini komen model TCL, ngajari.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Jangan patah semangat karena komentar yang sumbang tapi jadikan penyemaangat untuk lebih baik. Anda sudah memulai sedangkan orang lain memulai juga belum. Selamat dan sukses.

    BalasHapus