A.
PENDAHULUAN
Perkembangan
arah pengajaran di Indonesia yang benuasa kompetitif dan menghargai poses
belajar yang berdampak pada penguasaan kompetensi serta berbagai kebijakan
pendidikan yang dilakukan juga sering berawal dari langah-langkah yang telah
dilakukan oleh Negara lain. Model dan pola pendidikan yang serba diseragamkan,
mulai bergeser menuju paradigma desentralisasi. Demikian juga dengan
pendekantan pembelajaran yang selama ini lebih bersifat normative, lebih
mengutamakan aspek kognitif secara afektif dan psikomotorik, perlahan-perlahan
mulai ditata secara utuh melalui pola pembelajaran yang bernuansa pembelajaran
aktif yang lebih memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Dari sinilah
kemudian berkembang konsep pembelajaran yang lebih berorientasi pada kebutuhan
siswa dan tidak lagi berorientasi pada guru semata. Nuansa dialogis dalam
proses pembelajaran semakin dikembangkan untuk membentuk karakter siswa yang berani,
jujur, bertanggung jawab dan mampu beragumentasi secara ilmiah.
Uraian di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran pada perguruan
tinggi, terus mengalami perubahan. Salah satu bentuk perubahan yang dimaksud
adalah perubahan dari bentuk Teacher Centered Learning (TCL) ke Teacher
Centered Learning (SCL).
Oleh sebab itu
dalam makalah ini akan dibahas mengenai pola pembelajaran teacher center dan
student center. Dan akan kami jelaskan juga mengenai sistem yang dapat
digunakan dalam kedua metode ini dan
akan kami bahas juga mengenai kelebihan dan kekurangannya dalam kedua metode
ini.
A. PENGERTIAN POLA PEMBELAJARAN TEACHER CENTER dan STUDENT
CENTER
a. Pengertian
Pola Pembelajaran
Pola adalah
bentuk atau model yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu
atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup
mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau
terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola.[1]
Menurut (Meyer, W.J.,
1935:2) Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk
mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk
sebuah bentuk yang lebih komprehensif.
Menurut (Joyce,
1992:4) Model pembelajaran adalah suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan pembelajaran di kelas
atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan
lain-lain.
Menurut (Soekanto, dkk (dalam Nurulwati, 2000:10) Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengoraganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar - mengajar.
Jadi model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang
sistematis sebagai perancang bagi para pengajar untuk mencapai tujuan belajar.
b. Pengertian Teacher Center dan Student
Center
1. Pengertian Teacher Center
Pada sistem pembelajaran model Teacher Centered Learning, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan
bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan
ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa
memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran
dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan
informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa mengajar
dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan.[2]
Pendekatan teacher center dimana proses
pembelajaran lebih berpusat pada guru hanya akan membuat guru semakin cerdas
tetapi siswa hanya memiliki pengalaman mendengar paparan saja. Out put yang
dihasilkan oleh pendekatan belajar seperti ini tidak lebih hanya menghasilkan
siswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut berpendapat,
tidak berani mencoba yang akhirnya cenderung menjadi pelajara yang pasif dan
miskin kreativitas.[3]
Sejauh ini model-model pembelajaran yang bersifat teacher
centered terlihat pada model pembelajaran, model komando atau banking
learning concept. Pola pembelajaran model komando atau gaya bank ini banyak
diterapkan sekitar tahun 1960-an yang mengembangkan perinsip distribusi
keputusan harus dilakukan secara hierarkis dari atas ke bawah atau dari
guru ke siswa.[4]
Jadi dari paparan di atas dapat kami simpulkan bahwa
pengertian teacher center adalah proses pembelajaran yang berpuasat pada
guru artinya guru sangat menentukan proses pembelajaran karena guru menjadi
satu-satunya sumber ilmu. Jadi model pembelajran ini membuat siswa menjadi
pasif dalam proses pembelajaran.
2. Pengertian Student Center
Pengertian student centered Learning (SCL) adalah proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat
mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap
dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif,
berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk belajar. Aktifitas
siswa menjadi penting ditekankan karena belajar itu pada hakikatnya adalah
proses yang aktif dimana siswa menggunakan pikirannya untuk membangun pemahaman
(construcivism approach).[5]
Proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa atau peserta didik, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas
untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman
yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.
Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa diharapkan
dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis,
mampu menganalisa dan dapat memecahkan masalahnya sendiri (Karsen, 2008).
B. MODEL PEMBELAJARAN TEACHER CENTER dan STUDENT CENTER
a)
Teacher Center
1.
Model
Komando atau Banking
Learning Concept
Sejauh ini model-model pembelajaran yang bersifat teacher center terlihat
pada model pembelajaran model komando atau banking
learning concept. Pembelajaran model ini
selalu betolak belakang antara posisi guru dan peserta didik, yakni jika guru
ceramah siswa mendengarkan dengan tekun, guru bertanya siswa menjawab, guru mengerti
siswa tidak tahu apa-apa, guru mendiktekan teks siswa mencatat, guru pandai
siswa bodoh, guru sebagai subjek siswa sebagai objek, guru membuat program
belajar siswa menerima program, dan seterusnya. Model komando ini diterapkan
sekitar tahun 1960-an. Dalam proses pembelajaran model komando, biasanya guru
mempersiapkan bahan untuk diterapkan pada siswa. Jadi model komando tidak
melibatkan siswa dalam bentuk menyepakati kontrk belajar.[6]
2. INDEPENDENT / INDIVIDUAL
Independent atau Individual adalah pembelajaran
yang menitikberatkan pada aktivitas individual peserta didik. Pada saat ini,
pembelajaran individu tidak menjamin pembelajaran organisasi, tetapi
pembelajaran organisasi tidak akan terjadi tanpa pembelajaran individu (Garvin,
2000; Kim, 1993).
Tujuan individual learning
bagi para peserta didik adalah agar mereka secara mandiri dapat
mengatur tujuan pembelajaran jangka pendek dan jangka panjang yang ingin
dicapai, melacak kemajuan dan prestasi selama waktu periode tertentu. Manfaat sistem pembelajaran Independent ini mampu memenuhi
kepentingan peserta didik secara individual.
Mercer (1989) menyatakan bahwa terdapat empat langkah
penting dalam pelaksanaan individual learning , yaitu:
1. Mengidentifikasikan ketrampilan yang
ditargetkan melalui assessment.
2. Menentukan kondisi-kondisi dan
faktor-faktor yang mungkin dapat memudahkan (memfasilitasi) pembelajaran.
3. Merencanakan pembelajaran.
4.
Memulai pembelajaran yang mengatur data harian.
5.
Menentukan bagian dari proses belajar dinegosiasikan oleh
peserta didik dan fasilitator atau dosen.
3.
COOPERATIVE
Cooperative learning merupakan suatu aktivitas pembelajaran dengan penekanan pada
pemberdayaan peserta didik untuk saling belajar melalui pembentukan
kelompok-kelompok sehingga mereka dapat bekerja sama dalam memaksimalkan proses
pembelajaran diri sendiri ataupun peserta didik lainnya secara lebih efektif. Cooperative
learning mempunyai tujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki
kemampuan berfikir secara global, meningkatkan hubungan antarkelompok, dan
meningkatkan gairah belajar. Manfaat yang diperoleh dalam pembelajaran cooperative
learning adalah peningkatan rasa kepercayaan diri, peningkatan rasa
menghargai keberadaan orang lain, peningkatan rasa untuk saling memberikan dan
menerima pengetahuan diantara peserta, dan peningkatan kesadaran perlunya
kemampuan dalam bekerjasama (Team work).
Prinsip pembelajaran cooperative adalah terjadi komunikasi antar peserta
didik, tanggung jawab terhadap hak dan kewajibannya, saling menghargai antar peserta
didik, dan setiap peserta mempunyai peran yang sama dalam menyelesaikan masalah.
Di dalam metode cooperative learning bisa digunakan metode
diskusi. Karena diskusi adalah proses pengajaran melalui interaksi dalam
kelompok. Setiap anggota kelompok saling bertukar ide tentang suatu isu dengan
tujuan untuk memecahkan suatu masalah, menjawab suatu pertanyaan, menambah
pengetahuan atau pemahaman, atau membuat suatu keputusan. Apabila diskusi
melibatkan seluruh anggota kelas, maka pengajaran dapat terjadi secara langsung
dan bersifat student centered (berpusat pada siswa). Dikatakan
pengajaran langsung, oleh sebab guru menentukan tujuan yang harus dicapai
melalui diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan
keberhasilan pengajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa oleh sebab sebagian besar
input pengajaran berasal dari siswa, mereka secara aktif akan meningkatkan
belajar mereka, serta mereka dapat menentukan hasil diskusi mereka.[7]
4.
COLLABORATIVE
Collaborative learning pada dasarnya merupakan pembelajaran yang berdasarkan
pengalaman peserta didik sebelumnya (prior knowledge) dan dilakukan
secara berkelompok. Collaborative learning dilakukan dalam kelompok,
seperti halnya pada pembelajaran kooperatif dan kompetitif,
tetapi tidak diarahkan untuk berkompetisi dan tidak diarahkan hanya pada satu
kesepakatan tertentu.
Collaborative learning mempunyai tujuan untuk memperluas perspektif atau wacana peserta didik, mengelola perbedaan dan
konflik karena proses berpikir divergen,
membangun kerjasama, toleransi, belajar menghargai pendapat orang lain, dan
belajar mengemukakan pendapat. Manfaat yang diperoleh dalam pembelajaran
colaborative learning adalah mengembangkan daya nalar berdasarkan
pengetahuan/ pengalaman yang dimiliki dan sharing pengetahuan/pengalaman
dari teman kelompoknya, memupuk rasa tenggang rasa, empati, simpati dan
menghargai pendapat orang lain, menambah pengetahuan secara kolektif, dan
mendapatkan tambahan pengetahuan untuk dirinya sendiri.
5.
ACTIVE
Active
learning mengacu
pada teknik di mana peserta didik melakukan lebih banyak aktivitas dan bukan
hanya mendengarkan fasilitator. Peserta didik melakukan beberapa hal termasuk
menemukan, mengolah, dan menerapkan informasi. Active learning bertujuan
untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik,
sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai
dengan karakteristika pribadi yang mereka miliki. Di samping itu active
learning juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian peserta didik agar tetap
tertuju pada proses pembelajaran. Manfaat active learning adalah untuk
memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran baik
dalam bentuk interaksi antar peserta didik maupun peserta didik dengan
pengajar.
Prosedur pelaksanaan active learning
adalah :
a. Penentuan kebutuhan untuk
pembelajaran dan peserta didik
b. Menyusun hasil pembelajaran
(secara umum)
c. Menetapkan tujuan pembelajaran
d. Merancang aktifitas
pembelajaran
e. Rangkaian aktifitas
pembelajaran
f. Mengawali rencana secara
terperinci
g. Meninjau kembali rancangan
secara rinci
h. Mengevaluasi hasil keseluruhan.
6.
SELF DIRECTED
Self-directed
learning (SDL)
adalah cara pembelajaran di mana peserta didik mengambil inisiatif dan tanggung
jawab tentang pembelajaran. Dalam SDL peserta didik sendiri yang menentukan
bahan ajar, mengelola dan menilai proses pembelajaran dan hasilnya. SDL dapat
dilaksanakan kapan saja dan di mana saja, memakai cara pembelajaran yang bebas
dipilih sendiri.
Tujuan dari pembelajaran dengan cara SDL ialah untuk
pengembangan tanggung jawab dan kemandirian peserta didik dalam proses
pembelajaran dan dalam menentukan materi pembelajaran dan kompetensi yang
diharapkan. Metode SDL akan bermanfaat menghasilkan kompetensi yang lebih baik,
dan karena peserta didik sendiri yang menentukan kompetensi yang diinginkan
maka kompetensi yang diperoleh juga lebih berguna bagi peserta didik.
Bentuk kegiatannya ialah setiap peserta didik harus
mempunyai logbook yang dipakai untuk mengatur pembelajarannya. Peserta
didik mempelajari dan mengetahui berbagai tugas, hak, kewajiban mereka serta
berbagai pengetahuan dasar yang perlu dimilikinya. Institusi memberi peluang
kepada peserta didik untuk melakukan pengaturan belajar mandiri (self-regulated
learning) yang meliputi: membuat rencana pembelajaran, monitoring setiap
kegiatan belajar dan melakukan evaluasi belajar secara tertulis dalam logbook.
7.
RESEARCH BASED
Research-based learning (RBL)
adalah merupakan salah satu metode (SCL)
yang mengintegrasikan penelitian di dalam proses pembelajaran. RBL memberi
peluang/kesempatan kepada peserta didik untuk mencari informasi, menyusun
hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan atas
data yang sudah tersusun; dalam aktivitas ini berlaku pembelajaran dengan
pendekatan “learning by doing”. (Jones, Rasmussen, & Moffitt, 1997;
Thomas, Mergendoller, & Michaelson,1999, Thomas, 2000).
RBL bertujuan untuk menciptakan
proses pembelajaran yang mengarah pada aktivitas analisis, sintesis, dan
evaluasi serta meningkatkan kemampuan peserta didik dan dosen dalam hal
asimilasi dan aplikasi pengetahuan. Dengan RBL maka peserta didik dapat
memperoleh berbagai manfaat dalam konteks pengembangan metakognisi dan pencapaian
kompetensi yang dapat dipetik selama menjalani proses pembelajaran
8.
CASE BASED
Case-based learning (CBL) adalah
pembelajaran berbasis kasus. Peserta didik disediakan kasus yang merupakan
simulasi bagi mereka untuk melatih diri sebagai profesional yang sesungguhnya.
CBL bertujuan untuk (a) melatih mahasiswa belajar secara kontekstual, (b)
mengintegrasikan prior knowledge dengan permasalahan yang ada di dalam
kasus dalam rangka belajar untuk mengambil keputusan secara professional, dan
(c) mengenalkan tatacara pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang tepat
atau rasional (evidence-based). CBL bermanfaat agar (a) dosen menyiapkan
dan menyediakan pokok bahasan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
sebagaimana tertera di dalam rencana program kegiatan pembelajaran semester
(RPKPS), (b) bersama-sama peserta didik membahas kasus yang disajikan. Peserta
didik terlatih dan kemudian terbiasa untuk berpikir secara kritis ketika
mengaktifkan dan menggunakan prior knowledge mereka yang dirangsang oleh
kasus yang sedang dibahas bersama.
9.
PROBLEM BASED LEARNING DENGAN METODE
SEVEN JUMPS
Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu metoda
pembelajaran di mana peserta didik sejak awal dihadapkan pada suatu masalah,
kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student-centered.
PBL bertujuan mengembangkan. knowledge (materi dasar dan komunitas selalu dalam
konteks), skills – hard-soft-life skills ( berpikir secara
ilmiah), critical appraisal (terampil dalam mencari informasi, terampil
dalam belajar secara aktif & mandiri, dan belajar sepanjang hayat), attitudes
(nilai kerjasama, etika, ketrampilan antarpersonal, menghargai nilai
psikososial). PBL bermanfaat untuk peserta didik memiliki kecakapan dan sikap
yang positif, antara lain: kerjasama dalam kelompok, kerjasama
antarpeserta didik di luar diskusi kelompok, memimpin kelompok, mendengarkan pendapat kawan, mencatat hal-hal yang didiskusikan, menghargai pendapat/pandangan kawan, bersikap kritis terhadap literatur, belajar secara mandiri, mampu menggunakan sumber belajar secara efektif, dan ketrampilan presentasi. Secara keseluruhan, kecakapan dan sikap tadi merupakan modal utama dalam pembentukan lifelong learner.
antarpeserta didik di luar diskusi kelompok, memimpin kelompok, mendengarkan pendapat kawan, mencatat hal-hal yang didiskusikan, menghargai pendapat/pandangan kawan, bersikap kritis terhadap literatur, belajar secara mandiri, mampu menggunakan sumber belajar secara efektif, dan ketrampilan presentasi. Secara keseluruhan, kecakapan dan sikap tadi merupakan modal utama dalam pembentukan lifelong learner.
Seven Jumps (7 langkah) pada PBL :
L1: Menjelaskan istilah dan konsep
L2: Menetapkan kata kunci dan masalah
L3: Menganalisis masalah
L4: Menghubungkan
atau menarik kesimpulan
L5: Merumuskan tujuan/sasaran pembelajaran
L6: Mengumpulkan informasi
L7: Mensintesis dan menguji informasi baru
C.
PERBEDAAN SCL dan TCL.
.
STUDENT CENTER LEARNING (SCL)
|
TEACHER CENTER LEARNING (TCL)
|
Berfokus
pada Mahasiswa
|
Berfokus
pada Dosen
|
Two Way Traffic
|
One Way Traffic
|
Dosen
sebagai fasilitator dan mitra pembelajaran
|
Dosen
sebagai sumber ilmu utama
|
Mahasiswa
bertanggung jawab atas pembelajarannya dan menciptakan kemitraan antara
mahasiswa dan dosen
|
Mahasiswa
diberi kuliah oleh dosen
|
D. KELEBIHAN dan KEKURANGAN TCL dan SCL.
Kelebihan TCL :
1) Sejumlah
besar informasi dapat diberikan dalam waktu singkat
2) Informasi
dapat diberikan ke sejumlah besar siswa
3) Pengajar
mengendalikan sepenuhnya organisasi, bahan ajar, dan irama pembelajaran
4) Merupakan
mimbar utama bagi pengajar dengan kualifikasi pakar
5) Bila
kuliah diberikan dengan baik, menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi siswa
6) Metode assessment
cepat dan mudah
Kekurangan
TCL :
1) Pengajar mengendalikan
pengetahuan sepenuhnya, tidak ada partisipasi dari pembelajar
2) Terjadi
komunikasi satu arah, tidak merangsang siswa untuk mengemukakan pendapatnya
3) Tidak
kondusif terjadinya critical thinking
4) Mendorong
pembelajaran pasif
5) Suasana
tidak optimal untuk pembelajaran secara aktif dan mandiri
Kelebihan STUDENT
CENTER
Model
pembelajaran student center, pada saat ini diusulkan menjadi model pembelajaran yang sebaiknya
digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu:[8]
1)
Siswa
atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya
sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi;
2)
Siswa
memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran;
3)
Tumbuhnya
suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi
untuk saling belajar-membelajarkan di antara mahasiswa;
4)
Dapat
menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau pendidik karena
sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin belum diketahui
sebelumnya oleh dosen.
5) Mengaktifkan
siswa
6) Mendorong
siswa menguasai pengetahuan
7) Mengenalkan
hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata
8) Mendorong
pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis
9) Mengenalkan
berbagai macam gaya belajar
10) Memperhatikan
kebutuhan dan latar belakang pembelajar
11) Memberi
kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment
Kekurangan
SCL :
1) Sulit
diimplementasikan pada kelas besar
2) Memerlukan
waktu lebih banyak
3) Tidak
efektif untuk semua jenis kurikulum
4) Tidak cocok
untuk mahasiswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis
Kesimpulan
Menurut
kami Teacher Center adalah proses belajar mengajar yang berpusat pada
guru atau dosen. Sistem pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL), yang ternyata membuat mahasiswa
pasif karena hanya mendengarkan kuliah sehingga kreativitas mereka kurang
terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Pada sistem pembelajaran model
TCL, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk
ceramah (lecturing). Pada saat
mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil
membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya.
Pengertian student centered Learning (SCL) adalah proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.
yang diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam
membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang
keterlibatan siswa secara aktif, berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang
peserta didik untuk belajar. Pada sistem pembelajaran model SCL ini bisa
dilakukan dengan metode diskusi. Karena dalam metode diskusi siswa dituntut
untuk aktif dalam belajar.
Kelebihan TCL :
1.
Sejumlah besar informasi dapat
diberikan dalam waktu singkat
2.
Pengajar mengendalikan sepenuhnya
organisasi, bahan ajar, dan irama pembelajaran
3.
Bila kuliah diberikan dengan baik,
menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi mahasiswa
4.
Metode assessment cepat dan
mudah
Kekurangan
TCL :
1.
Pengajar mengendalikan pengetahuan
sepenuhnya, tidak ada partisipasi dari pembelajar
2.
Terjadi komunikasi satu arah,
tidak merangsang mahasiswa untuk mengemukakan pendapatnya
3.
Tidak kondusif terjadinya critical
thinking
4.
Mendorong pembelajaran pasif
5.
Suasana tidak optimal untuk
pembelajaran secara aktif dan mandiri
Kelebihan SCL :
1.
Mengaktifkan mahasiswa
2.
Mendorong mahasiswa mengasai
pengetahuan
3.
Mendorong pembelajaran secara
aktif dan berpikir kritis
4.
Mengenalkan berbagai macam gaya
belajar
5.
Memperhatikan kebutuhan dan latar
belakang pembelajar
6.
Memberi kesempatan pengembangan
berbagai strategi assessment
Kekurangan
SCL :
1.
Sulit diimplementasikan pada kelas
besar
2.
Memerlukan waktu lebih banyak
3.
Tidak efektif untuk semua jenis
kurikulum
4.
Tidak cocok untuk mahasiswa yang
tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis
DAFTAR PUSTAKA
Priyatmojo, Achmadi dkk. 2010. Buku Panduan Pelaksanaan Student Centered Learning (Scl) Dan Student Teacher Aesthethic Role-Sharing (Star).
Harto, kasinyo. 2012. Active learning dalam
pembelajaran agama islam. yogyakarta: Pustaka Felicha.
Harto, kasinyo. 2012. Desain Pembelajaran
Agama Islam untuk Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kasinyo Hartato
dan Abduramansyah. 2009. Metodologi
Pembelajaran Berbasis Active Learni. Palembang:Grafika Telindo.
Sudjana, D.
2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung:Falah
Production.
Tim
pengembangan ilmu pendidikan FiP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.
Jakarta:IMTIMA.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pola, 23/03/2014
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Pola
[2]
D. Sudjana, Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung:Falah
Production, 2005), hal. 39.
[3] Kasinyo
Hartato dan Abduramansyah, Metodologi
Pembelajaran Berbasis Active Learnin, (Palembang:Grafika Telindo, 2009).
hal. 151-152
[4] Kasinyo
Harto, Active Learning dalam Pembelajaran Agama Islam,
(Yogyakarta:Pustaka Felicha, 2012), hal. 130
[5] Kasinya
harto, Desain Pembelajaran Agama Islam untuk Sekolah dan Madrasah, (jakarta:PT
rajaGrafindo Persada, 2012), hal. 75
[6]
Kasinyo
Hartato dan Abduramansyah, Op,Cit,. hal.
152-153
[7]
Tim pengembangan ilmu pendidikan FiP-UPI, ilmu dan aplikasi pendidikan,
(jakarta:IMTIMA, 2007). hal. 173
[8]
D. Sudjana, Op.,Cit,.
hal. 38.
kesimpulan kok di ulang-ulang..
BalasHapusidealnya kesimpulan adalah menjawab pertanyaan yang muncul di awal bab.
kaLo gak ada pertanyaan rasanya kesimpulan gak perlu ada..
mungkin lebih baik langsung ke Saran dari pada kesimpuLan..
MisaLkan menyarankan metode Campur atau metode Hybrid TCL dan SCL ??
Hybrid secara Waktu makro atau Hybrid di proses mikronya.. dll
sebelumnya terimakasih masukannya.
Hapusinikan makalah,,jadi sudah ketentuannya harus ada kesimpulannya.
dan berhubung saya pemakalahnya, saya harus mempertahankan TCL dan SCL dalam mempresentasikannya
Ini komen model TCL, ngajari.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusJangan patah semangat karena komentar yang sumbang tapi jadikan penyemaangat untuk lebih baik. Anda sudah memulai sedangkan orang lain memulai juga belum. Selamat dan sukses.
BalasHapus